26.3 C
New York
Wednesday, May 8, 2024

Psikolog Sebut Mall Jadi Lokasi Untuk Bunuh Diri

Medan, MISTAR.ID

Psikolog Irna Minauli menyebutkan pelaku bunuh diri biasanya telah mempelajari cara untuk mengakhiri hidupnya. Biasanya, kata dia, gender pria lebih cepat berhasil untuk mengakhiri hidup dibanding wanita.

“Pelaku bunuh diri umumnya sudah mempelajari sebelumnya metode bunuh diri yang ingin dilakukannya. Terdapat perbedaan gender dalam metode bunuh diri ini. Laki-laki umumnya memilih metode kematian yang lebih cepat dengan peluang keberhasilan meninggal yang lebih besar,” kata dia menanggapi kasus seorang pemuda nekat mengakhiri hidup dengan cara terjun bebas dari lantai 7 Thamrin Plaza.

Kata dia, itu sebabnya, metode lompat dari bangunan yang tinggi menjadi pilihan utama bagi kaum gender pria untuk bunuh diri. “Itu sebabnya, metode lompat dari bangunan yang tinggi serta menggantung diri lebih banyak dipilih oleh laki-laki,” ucap dia, Rabu (11/3/20).

Sementara itu, untuk gender perempuan cenderung memilih kematian yang lebih lambat dan tidak merusak penampilannya sehingga lebih memilih minum racun. “Itu sebabnya, percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh perempuan lebih banyak yang masih bisa diselamatkan dibandingkan dengan laki-laki,” terangnya.

Dalam kasus perempuan, sebutnya, umumnya mereka melakukan bunuh diri sebagai bentuk cry for help, butuh bantuan dan perhatian dari orang sekitarnya. “Laki-laki yang memiliki pikiran bunuh diri terlihat lebih siap dan matang dalam melakukan aksinya,” kata Irna.

Pada kasus metode bunuh diri dengan melompat dari ketinggian, pelaku akan memilih bangunan-bangunan tinggi yang memungkinkan dirinya melakukan aksi tersebut. “Mereka akan mencari lokasi yang aman untuk melakukan aksinya. Misalnya gedung-gedung yang minim tenaga security atau tidak ada CCTV bisa menjadi pilihan mereka,” ucap dia.

“Pelaku bunuh diri memilih mall karena tempat tersebut lebih memungkinkan mereka untuk melakukan aksinya. “Kalau di rumah paling bisa juga dengan gantung diri,” ujar dia.

Akan tetapi, sebut dia, dalam beberapa kasus bisa saja pelaku melakukan bunuh diri itu untuk “mempermalukan” keluarganya. “Mereka ingin “menghukum” keluarganya yang dianggap telah menyakitinya,” terang dia.

Masih Irna Minauli, dari hasil penelitian yang dilakukan dengan membandingkan perilaku bunuh diri selama 40 tahun terakhir (1960-2000) menunjukkan bahwa angka depresi meningkat 10 kali lipat. Depresi merupakan bentuk gangguan yang paling banyak diderita oleh mereka yang bunuh diri.

Penelitian itu juga menunjukkan bahwa usia bunuh diri juga semakin muda. “Kalau pada masa-masa sebelumnya pelaku bunuh diri didominasi oleh usia tua karena alasan penyakit berat dan kesepian, maka trend yang terjadi saat ini justru pada kelompok remaja dan usia dewasa awal,” ucap dia.

Saat ini, mereka yang memasuki fase dewasa muda (emerging adult) mengalami Quarter Life Crisis (QLC). “QLC saat ini banyak terjadi karena mereka yang memasuki fase dewasa namun mereka belum bisa mencapai kemandirian secara ekonomi dan untuk menikah. Generasi muda sekarang mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang baik serta untuk mendapatkan pasangan. Itu sebabnya, QLR menjadi penyebab depresi yang dapat mengarah pada bunuh diri,” sebut dia.

Reporter: Saut

Editor: Edrin

Related Articles

Latest Articles