“Saya butuh sekitar 200 kilo pupuk untuk lahan saya yang 20 rante. Dengan pembatasan ini, kami kesulitan memenuhi kebutuhan pupuk,” katanya.
Pembatasan tersebut juga berdampak pada biaya yang harus dikeluarkan oleh petani.
“Pupuk non-subsidi sekarang mahal. Kalau NPK saja, sudah 15.000 rupiah per kilo. Jadi kalau menggunakan pupuk non-subsidi, kami harus mengeluarkan uang lebih besar,” ujarnya.
Baca juga : Digitalisasi Penyaluran, Petani di Simalungun Kini Tebus Pupuk Subsidi Pakai KTP
Suparno berharap agar pembatasan pupuk subsidi dapat dikaji ulang untuk memastikan kebutuhan petani dapat terpenuhi dengan lebih baik.
“Harapannya, pembatasan ini bisa dikaji ulang agar petani bisa mendapatkan pupuk sesuai kebutuhan tanahnya,” pungkas Suparno. (hutajulu/hm18)
