14.2 C
New York
Tuesday, May 14, 2024

Penjualan Daging Babi di Sumut Anjlok 70 Persen

Medan | MISTAR.ID – Kasus kematian puluhan ribu babi di Sumut akibat virus hog cholera dan demam babi afrika menyebabkan angka penjualan babi melesu. Asosiasi Peternak Babi (Asperba) Sumut mencatat, sejak kasus ini muncul pada September lalu, angka penjualan babi di Sumut anjlok hingga lebih dari 70%.

“Bulan November itu paling parah. Turun sangat drastis,” kata Ketua Asperba Sumut, Hendri Duin, Jumat (20/12).

Dia mengatakan, anjloknya angka penjualan itu disebabkan karena banyak warga yang tak mau mengkonsumsi daging babi. Warga termakan isu yang tak benar, bahwa virus pada babi itu bisa menyebar ke manusia atau hewan lain.

Upaya mendongkrak penjualan terus dilakukan peternak. Bekerja sama dengan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya, kampanye jangan takut makan babi terus dilakukan. Sejumlah agenda acara dijalankan. Hasilnya, angka penjualan mulai membaik, meski masih 50% dibanding kondisi normal.

Menurutnya, meskipun sudah banyak yang mati, namun saat ini pasokan tidak ada masalah. Dalam hal ini, pengusaha memprediksi babi bakal susah didapatkan pada sekitar bulan Maret–Agustus tahun depan. Menurutnya, nantinya harga babi akan meningkat. “Kalau sekarang down. Tapi saya yakin pasti naik,” katanya.

Selain penurunan permintaan, harga daging babi di pasaran juga lesu. Saat ini, daging babi di Medan berada pada kisaran Rp20.000 per kg, turun signifikan dibanding kondisi normal yang bertengger di level Rp30.000 per kg.

Menjelang Natal dan Tahun baru kali ini, pihaknya tidak yakin permintaan dan harga bisa lebih baik. Biasanya, setiap kali akhir tahun, harga daging babi bisa menembus angka Rp32.000 per kg.

Dampak lainnya adalah kepada peternak yang tadinya mau menjual babinya untuk membeli baju, tiba-tiba tidak bisa lagi. “Dampak ekonominya luar biasa. Untuk rumah makan juga biasanya saat ini udah mendapatkan order besar untuk katering natal, menyusut 80%,” katanya.

Hendri yang juga Pembina Asosiasi Rumah Makan Babi Panggang Karo (BPK) Kota Medan ini mengaku sudah meyakini bahwa kematian babi di Sumut ini selain disebabkan oleh hog cholera atau kolera babi juga karena African Swine Fever (ASF).

“Sebenarnya jauh hari sudah memprediksi ASF. Bukan lagi mengada-ada masih hog cholera, sudah ASF. Sudah diputuskan Menteri pada 12 Desember, babi yang mati karena ASF,” katanya.

Anggota DPRD Kota Medan dari fraksi PDI-P itu mengatakan, yang perlu dikaji ulang adalah sejauh mana pemerintah akan mengganti. Mengingat, kata dia, sejak November babi sudah banyak yang mati. “Apakah itu akan diganti dan bagaimana pendataannya dari pihak pemerintah. Saran saya, mari duduk bareng. Kalau memang merasa babi itu bagian dari usaha masyarakat, ya, harus dibina. Kita tunggu respon dari pemerintah,” pungkasnya.

Reporter: Daniel Pekuwali
Editor: Luhut Simanjuntak

Related Articles

Latest Articles