24.9 C
New York
Wednesday, July 31, 2024

Kopi Murah Ingin jadi Pelopor Promosikan Sejarah dan Budaya Lokal

Medan, MISTAR.ID

Di tengah perkembangan teknologi dan digitalisasi di Kota Medan, sejumlah pemuda mendirikan komunitas unik dengan nama Kopi Murah (Komunitas Peduli Museum dan Sejarah). Mereka berharap bisa menjadi pelopor dalam upaya menjaga serta mempromosikan sejarah serta budaya lokal.

Didirikan pada 17 Agustus 2018, komunitas ini diinisiasi Aulia Alfandri Bastian, Sarjana Psikologi, bersama dua rekannya Sutan Imam Uluan (Sarjana Pendidikan Sejarah) dan Andrian Lubis (Sarjana Sejarah Peradaban Islam). Ketiganya bersatu dalam visi yang sama, menciptakan ruang kreatif bagi para aktivis dan seniman lokal.

“Pada saat itu, Kesawan terasa sepi dan tidak ada tempat bagi komunitas untuk berkreasi. Kami terinspirasi oleh lingkungan kreatif di Yogyakarta, khususnya Malioboro, yang penuh dengan komunitas literasi aktif,” ujar Aulia, Rabu (31/7/24).

Baca Juga : Peringati Hari Anak, Komunitas Seni Tari Medan Gelar Festival Tari Anak Sumut

Kopi Murah memulai perjalanannya dengan menciptakan ruang kreatif di Museum Uang, sebelum museum tersebut ditutup. Di sana, mereka mengadakan berbagai kegiatan seperti pemutaran film, kelas sketsa, dan diskusi literasi.

Komunitas ini tidak hanya berfokus pada Medan atau Sumatera Utara, tetapi berusaha membawa kebudayaan lokal ke tingkat nasional dan internasional. Salah satu pencapaian besar Kopi Murah adalah memenangkan juara pertama dalam kategori purwarupa di Kemah Budaya Kaum Muda (KBKM) 2021, yang diselenggarakan Kemendikbudristek.

Mereka memperkenalkan penggunaan kemenyan sebagai pengharum ruangan, sebuah tradisi dari desa di Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas). “Kami ingin menunjukkan bahwa budaya lokal memiliki potensi besar untuk dikembangkan, terutama di sektor pariwisata,” jelas Aulia.

Dia mengatakan Danau Toba dengan status Geopark-nya, memiliki daya tarik luar biasa bagi wisatawan dan dapat menjadi pusat literatur budaya yang kaya. Namun, perjalanan Kopi Murah bukan tanpa tantangan. Aulia mengakui bahwa mengelola dinamika internal komunitas sering kali menjadi hambatan terbesar.

“Ketika pohon semakin tinggi, anginnya pun semakin kencang. Tapi kami berangkat dari ide, bukan relasi, dan itulah yang membuat kami terus maju,” ujarnya.

Syahrial Siregar
Syahrial Siregar
Alumni STIK-P Medan. Menjadi jurnalis sejak 2008 dan sekarang redaktur untuk portal mistar.id

Related Articles

Latest Articles