5.7 C
New York
Thursday, April 25, 2024

Awas Gangguan Kesehatan Mental terhadap Jurnalis, ini yang Harus Dilakukan

Medan, MISTAR.ID
Tidak dipungkiri, pekerja media khususnya Jurnalis kerap mendapat tekanan dalam bekerja. Baik diakibatkan oleh beban kerja yang tinggi, dikejar oleh jam deadline, maupun disebabkan beratnya medan liputan. Entah itu liputan wilayah konflik, seperti bencana, peperangan, perkelahian, juga kasus pembunuhan atau pun liputan yang membutuhkan ulasan.

Dalam diskusi virtual AJI Medan Memperingati hari Kesehatan Mental Dunia, Jumat (30/10/20) terungkap bahwa pekerja media berpotensi mengalami stres akibat tekanan dan beban kerja untuk menghasilkan karya jurnalistik. Diskusi yang menghadirkan
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Juliana Irmayanti Saragih berlangsung selama 2 jam.

Juliana Irmayanti Saragih mengatakan, jurnalis termasuk pekerjaan dengan tingkat stres yang tinggi karena setiap harinya dikejar tenggat waktu dan mengalami tekanan yang tidak biasa ditemukan pada jenis pekerjaan lain.

“Terlepas dari persoalan kesejahteraan jurnalis yang masih kurang, seperti yang disampaikan rekan jurnalis tadi, profesi ini adalah pekerjaan yang tingkat stresnya tinggi. Misalnya, jurnalis yang meliput demonstrasi atau perang.

Baca juga: 15 Manfaat Bersepeda Untuk Fisik, Mental dan Pikiran Anda

Tandai Gejala Stres

Juliana menyarankan Kepada para jurnalis, untuk mencoba bertanya kepada diri sendiri. Ada beberapa gejala yang harus diperhatikan jika seseorang mulai gejala stres.

– Mulai gampang marah-marah
– Malas mandi
– Malas berganti pakaian
– Tidak perduli dengan diri

Juliana yang merupakan psikolog klinis dewasa ini mengatakan tubuh jurnalis sama dengan tubuh manusia pada umumnya yang bisa membawa berbagai jenis emosi dari pekerjaan, termasuk yang bersifat negatif. Emosi negatif ini perlu dikelola dengan baik sehingga tidak mengganggu kesehatan mental yang berujung pada menurunnya produktifitas.

Baca juga: Studi CLIMB: Pandemi Covid-19 Menaikkan Tingkat Deperesi Hingga 3 Kali Lipat

Juliana juga mengatakan, emosi yang tidak terkendali juga bisa berdampak pada kehidupan keluarga, termasuk keluarga yang tidak harmonis hingga terjadinya perceraian.

Langkah pencegahan

Langkah pencegahan tetap menjadi pilihan yang terbaik karena penanganannya akan lebih mudah dibandingkan jika seseorang telah memiliki gejala gangguan kesehatan mental.
Ia menyarankan setiap jurnalis mencari cara untuk melepaskan/mengekspresikan emosi negatif dengan sehat setelah melakukan peliputan atau kerja jurnalistik lain yang sifatnya mengguncang emosi.

Cara sederhana yang disarankan antara lain adalah :
– Refreshing
– Berlibur, ambil waktu berlibur untuk memanjakan diri sejenak bukan harus bepergian jauh, cukup mengistrahatkan diri.
– Berolahraga,
– Berbagi cerita dengan teman dan keluarga.

Jika Jurnalis mengalami gangguan terasa lebih berat, Julianan menyarankan agar Jurnalis bisa berkonsultasi dengan psikolog profesional jika perusahaan tempatnya bekerja belum memfasilitasi.

Penting Perusahaan Ikut Memperhatikan Kesehatan Mental Jurnalis

Sangat penting bagi perusahaan media untuk memperhatikan kesehatan mental jurnalis. Menurut Juliana, Jurnalis adalah aset yang dimiliki perusahaan untuk di jaga.

“Sudah cukup baik jika ada perusahaan yang membuat gathering atau outbond secara berkala. Namun, beberapa perusahaan memang belum memperhatikan kesehatan mental karyawannya dengan baik. Padahal jika karyawan dianggap aset berharga, maka perusahaan harus memperhatikan aspek ini.”

Menurut Juliana Perusahaan Jurnalis yang telah memiliki pengalaman artinya sudah mengeluarkan investasi untuk meningkatkan kapasitas karyawannya. Nah, apa bila karyawan terganggu kesehatan mentalnya artinya perusahaan juga yang rugi.

Konsultasi dengan Phsikolog
Juliana mengakui sebagian masyarakat masih enggan berkonsultasi dengan psikolog karena terpengaruh stigma yang menempel tentang pasien dengan gangguan kesehatan mental.

“Padahal konsultasi dengan psikolog itu bisa dianggap seperti ngobrol dengan teman curhat yang obyektif. Psikolog bisa membantu jika ada orang yang ragu curhat dengan keluarga atau teman,” katanya.

Ketua AJI Medan Liston Damanik mengatakan, riset psikolog terkait kesehatan mental jurnalis pada tahun 2019 di Jakarta menemukan bahwa masalah kesehatan mental yang sering dialami jurnalis adalah stres, kecemasan dan depresi.

“Isu kesehatan mental perlu mendapat pengarusutamaan karena penting,AJI Medan berharap bulan Kesehatan Mental Dunia ini menjadi momentum pengingat agar jurnalis dapat lebih mencintai diri dan tidak segan mencari pertolongan dari keluarga, perusahaan, dan psikolog profesional jika mengalami permasalahan kesehatan mental,” katanya. (Rikayoesz/hm06)

Related Articles

Latest Articles