18.4 C
New York
Tuesday, September 17, 2024

Tolak Pabrik Sawit Seorang Ibu di Labuhanbatu Ditahan, Pengamat Hukum: Sangat Kacau

Medan, MISTAR.ID

Tina Rambe, seorang ibu di Kabupaten Labuhanbatu ditahan dan dituntut 6 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) gegara menolak pabrik kelapa sawit Pulo Padang.

Beberapa waktu lalu, Tina sempat menjadi perbincangan publik setelah video yang memperlihatkan dirinya tengah memeluk anaknya berusia di bawah lima tahun dari dalam jeruji besi viral di media sosial (medsos).

Informasi terhimpun, Tina ditangkap dan ditahan oleh petugas kepolisian karena melakukan perlawanan terhadap petugas kepolisian saat mengamankan pabrik kelapa sawit di Labuhanbatu.

Tindakan protes dan penolakan itu dilakukannya bersama puluhan masyarakat lainnya. Adanya aktivitas pabrik kelapa sawit yang berdiri di wilayah pemukiman warga itu dinilai menimbulkan polusi dan pencemaran.

Baca juga:Aksi Tolak Pabrik Sawit di Labuhanbatu, Warga Dikubur Hingga Pingsan

Selain Tina, polisi juga menangkap lima orang lainnya. Namun, hanya Tina yang masih ditahan dan proses hukumnya berlanjut, sedangkan lima orang lainnya sudah dibebaskan.

Hal tersebut pun menuai beragam reaksi dari berbagai pihak. Pengamat Hukum, Irvan Saputra, saat diwawancarai Mistar melalui sambungan seluler mengatakan penegakan hukum terhadap Tina sangat kacau.

“Penegakan hukum ini sangat kacau, ya. Semoga Hakim bisa membebaskan Tina Rambe, karena apa yang dilakukannya adalah memperjuangkan hak asasi manusia (HAM) dan ini harus disuarakan oleh seluruh NGO,” sebutnya.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan itu pun mengatakan, seharusnya kasus yang menyeret Tina bisa diselesaikan lewat keadilan restoratif atau restorative justice (RJ).

“Terkait dengan penegakan hukum yang dihadapkan dengan Tina Rambe, seharusnya sedari awal itu sudah bisa dilakukan RJ. Karena, tindakannya itu bisa di-RJ-kan (di kepolisian),” kata Irvan.

Baca juga:Tolak Pabrik Minyak di Pulo Padang Ricuh, Polisi: Tidak Ada Menabrak Peserta Aksi

Apabila RJ di kepolisian tidak bisa terlaksanakan, lanjut Irvan, maka RJ bisa dilakukan di kejaksaan. Dia pun menyayangkan upaya hukum RJ tak bisa dilakukan di dua institusi penegakan hukum itu.

“Kemudian pada prinsipnya, pejuang lingkungan itu berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang (UU) Lingkungan Hidup tidak bisa dituntut pidana dan perdata, harusnya begitu,” jelasnya.

Irvan mengatakan, Tina berhak melakukan perlawanan lantaran UU menjamin bahwa pejuang atau aktivis lingkungan tidak dapat dituntut pidana maupun perdata.

“Dengan dia memperjuangkan adanya pembangunan pabrik dan nanti itu akan merusak lingkungan sekitar tempat tinggalnya, maka dia berhak untuk melakukan perjuangan atau perlawanan terhadap hal itu,” terangnya.

Semisal tetap dipaksakan, kata Irvan, penahanan terhadap Tina seharusnya ditangguhkan, karena dia masih ada anak kecil yang harus diurus.

“Ini kalau dibandingkan dengan kasus korupsi, ada beberapa tersangka (korupsi) yang tidak ditahan. Kenapa ini kalau dia dari awal ditahan, inilah penegakan hukum yang sangat buruk di Sumatera Utara (Sumut). Kalau memang dia ditahan sedari awal, maka ada diskriminasi dan ada keistimewaan bagi tersangka-tersangka tertentu,” ketusnya.

Baca juga:Tuntut Pembayaran TBS, Petani Blokir Pintu Masuk Pabrik Sawit di Asahan

Harusnya pun, kata dia, Jaksa bisa menuntut Tina dengan bebas, karena dia itu pejuang lingkungan, Namun apa pun itu, dirinya menilai semestinya Tina bisa dibebaskan oleh Majelis Hakim dalam putusannya.

“Saya juga meyakini Hakim akan bisa membebaskan Tina, karena dia seyogianya tidak ada niat jahat untuk melakukan tindakan tersebut. Tujuannya itukan tidak ujug-ujug mau menyerang, tapi dia mempertahankan apa yang menjadi haknya, yaitu hak untuk mendapatkan kesehatan dan kehidupan yang layak,” ucapnya.

Dia pun mengatakan sangat mendukung pejuang-pejuang lingkungan yang berani bersuara dan mengkritik aktor-aktor yang menyebabkan pencemaran lingkungan dimanapun itu. (deddy/hm17)

Related Articles

Latest Articles