Tabrak Lansia, Dokter Rutan Tanjung Gusta Diadili di PN Medan
![journalist-avatar-top](/_next/image?url=%2Fimages%2Fdefault-avatar.png&w=64&q=75)
![tabrak_lansia_dokter_rutan_tanjung_gusta_diadili_di_pn_medan](/_next/image?url=https%3A%2F%2Ffiles-manager.mistar.id%2Fuploads%2FMISTAR%2F12-02-2025%2Ftabrak_lansia_dokter_rutan_tanjung_gusta_diadili_di_pn_medan_2025-02-12_23-53-49_1916.jpg&w=1920&q=75)
Terdakwa Dwi Upayana Bastanta Barus saat menjalani sidang di PN Medan. (f:deddy/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Dwi Upayana Bastanta Barus (42), dokter yang berdinas di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Tanjung Gusta Medan diadili. Dia diadili karena menabrak seorang pria lanjut usia (lansia) berusia 67 tahun bernama Selamat.
Pada persidangan yang digelar di Ruang Sidang Cakra 6 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (12/2/25) petang menjelang magrib, jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan menghadirkan 7 orang saksi termasuk Selamat.
Selamat menjelaskan, laka lantas yang dialaminya terjadi depan rumah terdakwa tepatnya di Jalan Sikambing Nomor 30A Kelurahan Sekip Kecamatan Medan Petisah Kota Medan, pada Jumat (1/3/24) sekira pukul 08.00 WIB.
Sebelum kejadian, dijelaskan Selamat, awalnya dirinya belanja ke Pasar Meranti dengan mengendarai sepeda motor Honda Beat nomor polisi BK 2847 AKI.
Saat perjalanan pulang, tiba-tiba dirinya ditabrak oleh terdakwa di depan rumahnya. Saat itu terdakwa mengendarai mobil Toyota Rush dengan berjalan mundur keluar dari halaman rumahnya.
"Waktu itu saya bawa kendaraan dengan kecepatan 20 km/jam. Setelah saya ditabrak, dia (terdakwa) bukannya menolong saya, tapi malah marah-marah dan pergi begitu saja," katanya.
Akibat kejadian itu, korban mengalami luka yang cukup serius di bagian lutut, yaitu bantalan lututnya pecah sehingga harus dioperasi. Selamat mengungkapkan biaya operasinya di Rumah Sakit Columbia Asia Medan menghabiskan Rp119 juta.
"Jangankan mau mengganti rugi biaya pengobatan, untuk meminta maaf saja sampai detik ini dia (terdakwa) tidak mau," ujarnya.
Sementara itu, Edy selaku menantu korban yang juga saksi dalam kasus ini mengaku, sejak kejadian kecelakaan yang menimpa mertuanya hingga saat ini terdakwa belum ada komunikasi apa pun dengan keluarganya.
"Tidak ada sama sekali datang (untuk berdamai). Ada mediasi, tetapi tidak ada hati nurani menurut saya. Sampai detik ini juga satu kata maaf pun tidak ada sama sekali," ucapnya.
Majelis hakim yang diketuai Efrata Heppy Tarigan pun sempat menegur terdakwa di persidangan ini. Kata Efrata, terdakwa sebagai seorang dokter sepatutnya menolong korban, bukan malah main tinggal pergi saja.
"Saudara (terdakwa) sebagai dokter seharusnya tidak boleh pergi begitu saja, ada etikalah. Ini masalah kemanusiaan dan etika. Alangkah baiknya saudara sebagai dokter menolong dulu baru pergi, bukan sebaliknya," tuturnya.
Terpisah, Penasehat hukum (PH) korban, Alamsyah mengaku pihaknya memiliki bukti rekaman CCTV yang nantinya bakal diserahkan ke majelis hakim untuk menjadi pertimbangan dalam mengadili kasus ini.
"Kami akan serahkan CCTV itu ke majelis hakim supaya semakin terang duduk perkara lalu lintas ini. Kami juga mengapresiasi majelis hakim karena berada di posisi tengah tidak ada berpihak. Kami pun berharap hakim nantinya bisa memberikan hukuman yang berat kepada terdakwa," ucapnya. (deddy/hm18)
PREVIOUS ARTICLE
Perayaan Cap Go Meh di Siantar, Wali Kota Susanti Ajak Warga Dalam Pembangunan yang Terus Berlanjut![journalist-avatar-bottom](/_next/image?url=%2Fimages%2Fdefault-avatar.png&w=256&q=75)