Ditambah lagi, pemerintah setempat juga seakan-akan tak mampu berbuat banyak. Lantaran, kebijakan relaksasi yang diberikan pada tahun ini dinilai jauh lebih sedikit dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Untuk memperbaiki situasi ini, pemerintah perlu meningkatkan kondisi pendanaan kepada para pengembang dan diharapkan mampu merangsang peningkatan permintaan perumahan untuk kembali ke tingkat normal,” ujar analis Goldman Sachs.
Diketahui, saat ini China masih menghadapi kelebihan pasokan perumahan terutama di kota-kota kecil. Berdasarkan asumsi, pemerintah daerah dan perusahaan-perusahaan negara dapat membeli persediaan dengan harga 50 persen dari harga pasar, maka untuk menurunkan suplai ke level 2018 akan membutuhkan 7,7 triliun yuan atau sekitar Rp17.096 triliun.
Baca juga : Penurunan Global Imbal Obligasi, Dolar AS Melemah di Bursa Internasional
Adapun, negara ini berencana untuk kembali meningkatkan pangsa perumahan publik menjadi setidaknya 30 persen dari total stok perumahan di China dari sekitar 5 persen di posisi saat ini.
Menurut laporan Wall Street Journal, dengan hanya melihat kota-kota terbesar, yang dikenal sebagai kota-kota tingkat 1 dan tingkat 2, biayanya akan mencapai 4 triliun hingga 6 triliun yuan, atau setara Rp8.881 triliun hingga Rp13.321 triliun. (bisnis/hm18)