10.8 C
New York
Monday, May 6, 2024

Gawat! Negara Perekonomian Terbesar Dunia Melemah

Jakarta, MISTAR.ID
Amerika Serikat (AS) negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia baru saja melaporkan data produk domestik bruto (PDB) kuartal III-2021. Para ekonom memperkirakan negara itu mengalami pelambatan ekonomi yang signifikan.
Sebelum Amerika Serikat, China sang raksasa perekonomian nomer dua di dunia juga mengecewakan. Potret suram perekonomian dunia pun kembali muncul.

Departemen Perdagangan AS pada Kamis lalu melaporkan produk domestik bruto (PDB) AS hanya tumbuh 2% di kuartal III-2021, melambat dari kuartal sebelumnya 6,7% serta lebih rendah dari hasil survei Reuters yang memprediksi pertumbuhan 2,8%.

“Secara keseluruhan ini adalah kekecewaan yang besar, mengingat konsensus di awal Juli menunjukkan PDB bisa tumbuh 7%, dan skenario terburuk kami 3,5%, itu bahkan masih jauh lebih tinggi dari realisasi,” kata Paul Ashworht, kepala ekonom di Capital Economics, sebagaimana diwartakan CNBC International, Kamis (28/10/21).

Para ekonom menyoroti tersendatnya supply sebagai biang keladi pelambatan ekonomi AS. Jika masalah supply bisa teratasi, perekonomian Negeri Paman Sam diperkirakan bisa membaik.

“Pelambatan ekonomi terjadi akibat terganggunya supply. Secara fundamental perekonomian masih kuat, dan saya tidak melihat apa yang terjadi di kuartal III-2021 merefleksikan arah perekonomian,” kata Joseph LaVorgna, kepala ekonom di Naxitis, sebagaimana diwartakan CNBC International.

Baca juga:Dolar AS Melemah Terhadap Enam Mata Uang

Sementara itu pada 17 Oktober lalu, Biro Statistik China melaporkan PDB pada periode Juli-September tumbuh 4.9%, melambat signfikan dari kuartal II-2021 sebesar 7,9%, dan di bawah hasil polling para ekonom yang dikumpulkan Reuters sebesar 5,2%.

Pelambatan ekonomi yang menerpa China membuat bank-bank investasi menurunkan proyeksinya untuk satu tahun penuh.

Diperkiraan untuk PDB China dalam tahun 2021, dari 13 bank besar, 10 di antaranya telah memangkas perkiraan mereka sejak Agustus. Median prediksi PDB China untuk tahun ini kini berada di 8,2%, turun dari sebelumnya 0,3%.

Di saat pertumbuhan ekonomi melambat, inflasi justru semakin menanjak. Sehingga risiko stagflasi semakin nyata.

Kemarin, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan inflasi PCE tumbuh 4,4% year-on-year (YoY) di bulan September, menjadi yang tertinggi sejak tahun 1991, dan naik dari bulan sebelumnya 4,3% YoY.

Kemudian inflasi inti PCE tumbuh 3,6% YoY, sama dengan pertumbuhan bulan Agustus, tetapi juga berada di level tertinggi dalam 30 tahun terakhir.

Tidak hanya di Amerika Serikat, inflasi tinggi juga melanda di berbagai negara, alhasil para bank sentral diperkirakan terpaksa menaikkan suku bunga di tahun depan.

Hasil survei Reuters terhadap para ekonom menunjukkan di tahun depan akan semakin banyak bank sentral yang menaikkan suku bunga. Sebanyak 500 ekonom berpartisipasi dalam survei ini, dan hasilnya sebanyak 13 dari 25 bank sentral dunia diperkirakan akan menaikkan suku bunga setidaknya 1 kali di tahun depan. Beberapa di antaranya yakni bank sentral Selandia Baru, Rusia dan Brasil sudah menaikkan suku bunga di tahun ini.

Bahkan, bank sentral Rusia dan Brasil sangat agresif dalam menaikkan suku bunga. Pada Jumat (22/10) bank sentral Rusia menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi 7,5%. Dengan kenaikan tersebut, bank sentral Rusia sudah menaikkan suku bunga 5 kali beruntun, dengan total 325 basis poin.

Kemudian bank sentral Brasil Kamis kemarin menaikkan suku bunga sebesar 150 basis poin menjadi 7,75%, dan sudah 6 kali beruntun menaikkan suku bunga dengan total 475 basis poin.

Bank sentral utama dunia tampaknya juga bersiap menaikkan suku bunga. Bank Sentral Inggris (BoE) bahkan diprediksi akan menaikkan suku bunga pada pekan depan.
Pasar memperkirakan ada probabilitas sebesar 60% BoE akan menaikkan suku bunga sebesar 15 basis poin menjadi 0,25%.

Bukan tanpa sebab, probabilitas tersebut muncul setelah Gubernur BoE, Andrew Bailey, dua pekan lalu mengatakan tengah bersiap untuk menaikkan suku bunga guna meredam laju inflasi.

Baca juga:Harga Minyak Mentah Dunia Melemah, Meski Prospek Ekonomi Membaik

Bank sentral paling powerful di dunia, yakni bank sentral AS (The Fed) juga tidak ketinggalan. Dengan inflasi yang mencapai level tertinggi dalam 30 tahun terakhir, The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunganya di tahun depan.

Namun, kenaikan suku bunga tersebut bisa membuat roda bisnis melambat, sehingga pemulihan ekonomi menjadi terancam.

Sekitar seperempat dari 171 ekonom yang merespon survei Reuters terkait risiko yang dihadapi perekonomian global menyatakan salah satu yang terbesar dan bisa menimbulkan pelambatan yakni bank sentral yang terlalu cepat mengurangi stimulus moneter.

“Banyak bank sentral utama saat ini berhati-hati untuk mengakhiri kebijakan moneter ultra longgar (menaikkan suku bunga). Sebab, itu dilakukan bukan karena pemulihan ekonomi yang kuat,” kata Jan Lambregts, kepala riset pasar dan ekonomi global di Rabobank, sebagaimana dilansir Reuters, Kamis (29/10/21). (cnbc/hm06)

Related Articles

Latest Articles