Mempromosikan Tradisi Peranakan Cio Tao
mempromosikan tradisi peranakan cio tao
Tangerang, Mistar.id
Pada tahun 2023, tradisi Cio Tao, yang telah ada sejak abad ke-17, telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Nasional.
Di salah satu rumah di daerah Panongan, Kabupaten Tangerang, Banten, terjadi hal yang berbeda pagi itu. Rumah bercat merah jambu mengeluarkan bau dupa yang menyengat.
Bau teh-yan yang menyegarkan menyeruak ke udara, seolah-olah menyatu dengan alunan alat musik teh-yan yang bernada sedih.
Sudut-sudut rumah beratap genteng tanpa eternit dihiasi dengan hiasan Tionghoa. Ini memungkinkan cahaya matahari pagi masuk dengan bebas ke lantai keramik.
Selain itu, lilin besar warna merah panjang 1,5 meter dengan aksen aksara Mandarin menambah ketenangan di rumah yang tenang.
Ongnih dan Suanda, pasangan muda, tampaknya sedang melangsungkan pernikahan di rumah orang tua mereka pagi itu.
Seperti cerita kungfu di layar perak, keduanya mengenakan pakaian tradisional Tionghoa.
Dengan setia, kedua orang tua mempelai mendampingi bak dua pasang lilin yang terus menyala, menerangi jalan bagi anak-anak mereka.
Mereka mempersiapkan segala sesuatunya dengan hati-hati untuk memastikan acara sakral untuk kedua buah hati berjalan lancar.
Di sudut satu, hidangan siap santap untuk umat Islam disajikan di atas beberapa meja kayu, dan di pojok lain, hidangan untuk non-muslim disajikan di meja makan terpisah.
Hari itu, mereka akan melakukan upacara pernikahan menggunakan tradisi Cio Tao, yang hanya ada di kalangan orang Tionghoa di Benteng Tangerang.
Ongnih dan Suanda adalah dua dari sedikit warga peranakan yang tetap menjaga tradisi sakral leluhur mereka untuk mempertahankan masa lalu mereka di tengah invasi modernisasi.
Baca juga : Pengaruh Kebudayaan Bacson-Hoabinh Terhadap Nusantara
Kehidupan sehari-hari mereka didasarkan pada kepercayaan Buddha; mereka dengan setia menjaga dan merawat nilai-nilai dan tradisi yang telah ditinggalkan oleh para leluhur mereka dengan hormat.
Penghormatan terhadap warisan dan ajaran leluhur Konghucu tetap merupakan bagian penting dari kehidupan spiritual dan budaya mereka meskipun mereka telah menganut keyakinan baru.
Ini berfungsi sebagai jembatan antara masa lalu dan saat ini dalam perjalanan rohani yang berlangsung.
Masyarakat Tionghoa Benteng saat ini jarang mengadakan pernikahan yang dilakukan sesuai dengan tradisi Cio Tao.
Penyebabnya cukup logis karena opsi pernikahan yang lebih sederhana dan praktis.
Selain itu, semakin banyak pasangan yang memilih rumah ibadat seperti vihara atau gereja untuk mengadakan upacara pemberkatan mereka.
Kemudian datang acara resepsi. Ini terjadi karena semakin banyak orang Tionghoa yang menganut agama Buddha dan Kristen.
Masyarakat Tionghoa Benteng kemudian melihat Cio Tao sebagai simbol dan warisan budaya yang dijaga.