7.6 C
New York
Thursday, April 25, 2024

Perusahaan Minyak dan Negara Kaya Dituding Penyebab Pemanasan Global

Sharm El-Sheikh, MISTAR.ID

Para pemimpin dari negara miskin mengkritik pemerintah negara kaya dan perusahaan minyak karena mendorong pemanasan global.

Dalam pidato pada Selasa (8/11/22) di konferensi iklim COP27, para pemimpin negara miskin menuntut negara kaya membayar kerusakan yang ditimbulkan akibat perubahan iklim.

Negara-negara pulau kecil yang sudah diterpa badai laut yang semakin ganas dan kenaikan permukaan laut, mendesak perusahaan minyak mengeluarkan sebagian keuntungan besar mereka untuk membayar kerugian.

Baca Juga:Tekan Dampak Pemanasan Global, Menko PMK Muhadjir Effendy Tanam Pohon di Kampus USU

Sementara negara-negara berkembang di Afrika menyerukan bantuan dana internasional untuk membayar kerugian bencana akibat pemanasan global.

“Industri minyak dan gas terus menghasilkan keuntungan hampir 3 miliar dolar AS setiap hari,” kata Perdana Menteri Antigua, Gaston Browne, yang berbicara atas nama Aliansi Negara-negara Pulau Kecil.

“Sudah waktunya bagi perusahaan-perusahaan ini untuk membayar pajak karbon global atas keuntungan mereka sebagai sumber pendanaan untuk kerugian dan kerusakan. Ketika mereka mendapat untung, planet ini terbakar,” kata Browne.

Baca Juga:Nol karbon dan Perjanjian 190 Negara Membatasi Pemanasan Global

Pernyataan Browne mencerminkan ketegangan antara negara kaya dan negara miskin dalam negosiasi iklim internasional.

Presiden Senegal Macky Sall mengatakan, negara-negara berkembang di Afrika membutuhkan peningkatan dana untuk adaptasi terhadap memburuknya perubahan iklim. Mereka menolak seruan untuk beralih dari bahan bakar fosil yang dapat merusak pertumbuhan ekonomi mereka.

“Mari kita perjelas, kita mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca. Tapi kita orang Afrika tidak bisa menerima bahwa kepentingan vital kita diabaikan,” kata Sall.

Baca Juga:Puluhan Aktivis dan Mahasiswa Gelar Aksi Damai Global Climate Strike di Medan

Presiden Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe mengatakan, pemerintah Barat dengan cepat memberikan bantuan senilai miliaran dolar untuk perang di Ukraina. Tetapi mereka bergerak lambat untuk mengatasi perubahan iklim.

“Bukan rahasia lagi pembiayaan iklim telah meleset dari target karena banyak negara maju menganggap perlu menunggu kontribusi pembiayaan iklim mereka, negara-negara ini juga berada di kedua sisi perang Ukraina dan tampaknya tak ragu memberikan bantuan keuangan untuk perang yang berlangsung cukup lama,” ujarnya.

Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi berharap menjadi tuan rumah konferensi COP27 akan memberikan suntikan legitimasi internasional pada saat ekonominya sedang mengalami krisis. (republika/hm14)

Related Articles

Latest Articles