12.1 C
New York
Tuesday, May 14, 2024

Kisah Biksu Menolong Arwah Sang Ibu di Neraka dan Melepas Burung Saat Imlek

Pematangsiantar, MISTAR.ID

Di momen Hari Raya Imlek 2573, seorang warga etnis Tionghoa, Eng Bun Chen Edy Chandra yang tinggal di Kelurahan Karo Kecamatan Siantar Selatan Kota Pematangsiantar, melepas dua ekor burung pipit ke alam bebas.

Dari aksinya itu, Edy Chandra berharap keluarganya mendapatkan karma baik. “Supaya anak istriku juga murah rejeki, sehat wal afiat. Semoga keluarga semuanya baik-baik saja dimana pun mereka berada,” sebut Edy kepada mistar, usai melepas burung, Selasa (1/2/22).

Terpisah saat dimintai tanggapan terkait tradisi melepas burung ke alam, Sekretaris Yayasan Sosial Kemuliaan Moral (YSKM) Kota Pematangsiantar, Rudy Wu mengatakan, Imlek kerap dimanfaatkan sebagai moment membuat amal kebajikan.

Baca juga: Amankan Malam Tahun Baru Imlek, Polres Sergai Patroli Skala Besar

Membuat amal kebajikan itu, kata Rudy, bisa dilaksanakan dengan melakukan bakti sosial, berkunjung dan bersedekah ke panti jompo, panti sosial, panti yatim, berdonasi ke tempat ibadah, serta melepaskan binatang ke alam bebas.

“Kepercayaan itu seiring dengan salah satu inti doktrin Buddhist, yakni jangan berbuat kejahatan, perbanyak kebajikan, bersihkan hati dan pikiran,” ungkap Rudy yang memberikan tanggapannya melalui pesan aplikasi Whats App (WA).

Warga yang melakukan amal kebajikan, semisal melepaskan binatang (burung, ikan, kura-kura, kodok, ular, jangkrik dll) ke alam bebas dinyakini akan mendapatkan karma baik yang akan melancarkan segala urusan dalam kehidupannya dan menjauhkannya dari segala rintangan maupun mara bahaya (tagihan hutang karma).

“Dinyakini bahwa melepaskan binatang air ke sungai akan membuahkan kelancaran dalam berurusan. Melepaskan burung, berunsur angin akan membuahkan ketenaran dan mendapatkan kabar baik. Melepaskan kura-kura akan membuahkan kesehatan prima dan panjang umur. Melepaskan binatang ke hutan, yang berunsur tanah, akan mendapatkan berkah kemakmuran,” bebernya.

Baca juga: Imlek di Asahan Berlangsung Khidmat dan Sederhana

Kenyakinan tersebut, kata Rudy, terlatarbelakangi dari sebuah legenda perjuangan salah satu murid Sang Buddha, yakni Bhiksu Mongalana yang berupaya dan kesulitan menolong arwah ibundanya yang terlahir di neraka.

“Lalu Sang Buddha mengajukannya untuk berbuat amal kebajikan kongkrit dan setelahnya melakukan pelimpahan jasa kebajikan kepada arwah ibundanya. Dengan demikian akan terlunasi karma buruk ibundanya, baru bisa terhindar dari penderitaan di neraka,” kisahnya.

Doktrin Buddhist, kata Rudy, juga mempercayai adanya hukum karma, yakni hukum sebab akibat perbuatan.
Oleh karenanya, kondisi atau nasib maupun takdir seseorang di tentukan oleh perbuatannya sendiri. Baik buruk , bagus tidaknya kehidupan seseorang, dia lah penentu sendiri.

Baca juga: Polres Tebing Tinggi Lakukan Pengamanan Perayaan Imlek 2022

“Doktrin Buddhist menekankan pengertian dan kesadaran yang benar, bukan semata pemaksaan atau bahkan ketahyulan yang bersifat iming-iming atau menakut- nakuti,” ujar Wakil Ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) yang pernah menjadi Anggota DPRD Kota Pematangsiantar itu.

Masih kata Rudy, dalam mengamalkan setiap ajaran Sang Buddha, dianjurkan dengan akal sehat, nuraniah dan asas manfaat (Ehipasiko), tidak semata-mata langsung terima dan percaya. “Intinya hidup adalah pilihan, dan nasib serta takdir adalah perbuatan. Kita sendiri sang pembuat, maka kitalah sang empunya nasib dan takdir hidup ini,” tegasnya mengakhiri. (ferry/hm09)

Related Articles

Latest Articles