10.7 C
New York
Sunday, May 5, 2024

Long-Haul Covid-19, Penyintas Masih Merasakan Efek Jangka Panjang

MISTAR.ID

Long-haul Covid-19 adalah istilah yang merujuk pada gejala yang masih dirasakan oleh penyintas penyakit itu. Gejala ini ternyata masih dirasakan penyintas Covid-19 meski mereka telah dinyatakan pulih selama beberapa bulan.

Melansir media, bagi sebagian orang, infeksi virus corona, seberapa pun parahnya adalah peristiwa yang hanya terjadi sekali dan setelah itu selesai. Para pasien umumnya dinyatakan pulih sepenuhnya dari gejala Covid-19 sekitar 2 hingga 6 minggu setelah terinfeksi virus corona. Akan tetapi, bagi sebagian penyintas Covid-19, gejala awal penyakit itu masih mereka derita, bahkan beberapa bulan setelah dinyatakan pulih.

Pengidap long-haul Covid-19 seringkali merasakan gejala seperti kelelahan, nyeri, sesak napas, sulit berkonsentrasi, sakit kepala, dan kehilangan kemampuan perasa serta penciuman. Penelitian menunjukkan, 50 persen-80 persen penyintas Covid-19 mengalami setidaknya beberapa efek samping yang bertahan 3 bulan setelah terinfeksi virus corona.

Baca juga: Mengenal Plasma Konvalesen, Terapi Penyembuh Covid-19

Long-haul umum terjadi pada orang dewasa yang dirawat di rumah sakit dengan gejala Covid-19 yang parah. Wawancara yang dilakukan CDC Amerika Serikat pada pasien Covid-19 menunjukkan 65 persen orang yang telah keluar dari rumah sakit setelah dirawat karena gejala Covid-19 parah berhasil pulih 35 persen masih belum pulih sepenuhnya lebih dari 2 minggu setelah dirawat di rumah sakit CDC Amerika Serikat menyebutkan, kelelahan, batuk, dan sakit kepala adalah masalah yang paling sering dilaporkan.

Sementara itu, penelitian di Inggris menemukan bahwa pada penyintas Covid-19, baik yang dirawat di rumah sakit atau tidak, sekitar 10 persen mengalami masalah kesehatan jangka panjang. Terbaru, sebuah penelitaian yang berfokus pada orang-orang yang rawat jalan di California menemukan bahwa 27 persen subjek penelitian melaporkan gejala masih terasa setelah 60 hari. Dari mereka yang memiliki gejala jangka panjang, hampir sepertiga tidak menunjukkan gejala pada saat mereka dites positif terkena virus corona.

Salah seorang penyintas yang mengalami long-haul Covid-19 adalah Paul Garner, seorang Profesor di Liverpool School of Tropical Medicine. Melansir WebMD, 30 Juni 2021, Garner mengaku tidak pernah menyangka bahwa gejala Covid-19 yang ia rasakan akan bertahan dalam waktu lama.

Awalnya, sebagai seorang dokter kesehatan masyarakat spesialis penyakit menular, Garner menduga bahwa ia hanya akan sakit selama beberapa minggu, dan kemudian pulih. Di luar dugaan, 8 minggu setelah terinfeksi, Garner masih merasakan gejala Covid-19, seperti sakit kepala, nyeri otot, detak jantung meningkat, dan diare.

“Rasanya seperti di neraka,” kata Garner. Gejala berkepanjangan itu juga memengaruhi psikisnya. Ia mengalami pergolakan batin luar biasa selama 6 bulan masa sakitnya. Terkadang, ia merasa mulai pulih, namun mendadak ia merasa lelah, dan semangatnya anjlok lagi. Garner menemukan bahwa penyakit itu sangat sulit diterima. Perasaan lelah dan tak berdaya itu kian menjadi ketika ia mengalami kesulitan berbicara dan tidak bisa membaca.

Baca juga: Jangan Panik, Begini Olahraga dan Latihan Pernapasan Pasien Isoman Covid-19

Pada bulan ke-7, Garner mengaku mulai bertanya-tanya apakah ia bisa pulih sepenuhnya. “Aku kira virus itu telah menyebabkan perubahan biomedis dalam tubuhku dan entah bagaimana melumpuhkan metabolismeku,” kata Garner. “Aku menjadi khawatir dan takut akan masa depan,” lanjut dia.

Situasi yang seolah tanpa harapan itu akhirnya berubah ketika Garner mendapatkan bantuan dan saran dari rekan kerjanya, yang telah pulih dari sindrom kelelahan kronis. “Aku belajar tentang bagaimana respons stres otak dan tubuh terhadap infeksi kadang-kadang bisa tidak teratur, dan gejala yang kualami sebenarnya adalah sinyal kelelahan palsu (false fatigue alarms)” kata Garner “Penjelasan yang masuk akal ini, ditambah sesi konseling untuk mengubah keyakinanku tentang penyakit yang kuderita, sangat membantu,” ujar dia.

Setelah menerima saran itu, Garner menyadari mungkin tidak ada kerusakan fisik pada tubuhnya, jadi dia harus berhenti memantau gejalanya secara terus-menerus. Dia mulai mencari pengalihan ketika merasa tidak enak badan, dan memelihara harapan akan pemulihannya serta mendapatkan hidupnya kembali.

Garner mengatakan, Covid-19 seolah membawa hidupnya ke tepi jurang yang tidak diketahui dasarnya. Akan tetapi dia berhasil menemukan kehidupannya lagi. “Ada kehidupan pasca-Covid-19. Orang menemukan jalannya sendiri, tetapi mereka menjadi lebih baik. Ada harapan,” kata Garner. (kompas/hm09)

Related Articles

Latest Articles