17.8 C
New York
Thursday, May 2, 2024

Kesempurnaan Pohon Cedar yang Sangat Lurus Berkat Tehnik Daisugi Jepang Abad ke-15

MISTAR.ID
Tidak jauh di luar Kyoto, ada hutan cedar besar yang ditanam di sepanjang perbukitan. Jenis pohon cedar Kitayama dikenal karena sangat lurus secara alami dan terletak di permukaan dataran tinggi sejak abad ke-15.

Disebabkan oleh kebutuhan dan kurangnya area tanam, para rimbawan menemukan cara yang cerdik untuk menanam lebih banyak kayu dengan menggunakan lebih sedikit lahan. Dengan melibatkan pemangkasan besar-besaran pohon cedar induk, akan mendorong anak pohon yang tinggi dan kurus untuk tumbuh ke atas. Anggap saja seperti bonsai dalam skala besar.

Teknik ini, yang disebut daisugi, memungkinkan para rimbawan memanen kayu dengan lebih cepat. Tunas dapat ditanam (untuk membantu mengisi hutan dengan cepat) atau dipanen.

Baca Juga:Pohon Eksotis Ini Bisa Berubah Jadi Pelangi

Teknik serupa dapat ditemukan sejak Roma kuno, yang disebut pollarding, dan di seluruh Eropa khususnya di Inggris, di mana itu disebut coppicing. Hasilnya adalah kayu cedar ramping yang fleksibel dan padat, menjadikannya pilihan yang sempurna untuk atap dan balok kayu tradisional.

Pohon cedar Daisugi dapat dipanen setiap 20 tahun dan dengan pohon dasar yang bertahan ratusan tahun, ada banyak kayu yang dapat dipanen hanya dari satu pohon. Meskipun 20 tahun mungkin tampak seperti waktu yang lama, sebenarnya ini lebih cepat dibandingkan dengan pohon cedar tradisional Kitayama.

Untuk menjaga agar pohon tidak saling berkait, pekerja memanjat batang panjang setiap tiga hingga empat tahun dan dengan hati-hati memangkas setiap cabang yang sedang berkembang.

Setelah sekitar 30 tahun, hanya sebatang pohon akhirnya yang akan ditebang. Jenis cedar yang sedikit lebih tebal dari cedar daisugi ini memiliki beberapa kegunaan yang berbeda.

Baca Juga:KELUARGA IBARAT POHON

Secara tradisional, potongan kayu yang halus dan sangat rapi secara estetika digunakan sebagai pilar utama untuk ceruk yang disebut tokonoma. Pertama kali muncul pada abad ke-15 selama periode Muromachi, ceruk ini digunakan untuk memajang barang-barang artistik seperti ikebana atau gulungan.

Mereka juga tampil menonjol di rumah teh Kyoto dan disebutkan bahwa hal itu merupakan permintaan dari ahli teh terkemuka Kyoto, Sen-no-rikyu, seorang yang yang menuntut kesempurnaan dalam penggunaan kayu cedar Kitayama selama abad ke-16.

Meskipun penggunaan cedar Kitayama di ceruk tradisional ini menurun seiring berkembangnya arsitektur Jepang, kayu yang sangat berharga ini masih digunakan untuk segala hal mulai dari sumpit hingga furnitur.(mymodernart/ja/hm10)

Related Articles

Latest Articles