17.7 C
New York
Monday, July 1, 2024

Menghormati Leluhur Dijunjung Tinggi Suku Batak, Landasan Persaudaraan yang Tak Tergerus Zaman

Toba, MISTAR.ID

Indonesia diketahui memiliki beragam suku dan budaya. Setiap suku memiliki budaya unik dan berbeda dilihat dari adat istiadat, pakaian, musik dan bahasa dalam penerapan kehidupan sehari hari maupun upacara tradisionalnya salah satunya suku Bangso Batak.

Leluhur Bangso Batak, khususnya Batak yang tinggal di Kabupaten Toba selalu menerapkan budaya menghormati orangtuanya dan leluhurnya yang masih hidup bahkan yang sudah meninggal dunia mungkin sudah ratusan hingga ribuan tahun. Hal ini salah satu upaya mengikat rasa persaudaraan agar tidak tergerus dimakan zaman.

Menurut Aldi Sirait, orang Batak patut berbangga dengan tradisi yang diterapkan oleh pendahulu melalui tradisi budaya berupa upacara tradisional yang menjadi budaya yang tidak dapat dilepaskan sampai saat ini, yang berdampak kepada generasinya dapat saling berhubungan dan berinteraksi satu dengan lainnya.

Baca juga: 4 Tengkorak Manusia Ditemukan di Aliran Sungai Situmandi, Warga Taput: Itu Leluhur Kami!

Aldi mencontohkan tradisi mendirikan tugu salah satu marga Batak dibutuhkan kesepahaman antara keturunannya (generasinya) agar pelaksanaan awal pembangunan sampai ke peresmian tugu dapat berjalan dan terlaksana dengan baik.

“Untuk berinteraksi melakukan musyawarah pembangunan tugu marga harus dilandasi pedoman ‘Dalihan Natolu yang berisikan, Somba Marhula-hula, Manat Mardongan Tubu, Elek Marboru sehingga tidak terjadi benturan di antara keturunan marga yang akan membangun tugu,” ujar Aldi pada Senin (1/724).

Disampaikan dia, marga merupakan landasan untuk menentukan garis keturunan (partuturan) yang menjadi patron (pelindung) persaudaraan atau kekerabatan baik untuk sesama marga maupun dengan marga lainnya.

“Di mana marga merupakan satu rumpun hubungan garis keturunan, persaudaraan orang -orang yang sedarah yang diambil dari garis keturunan ayah membuat hubungan kekerabatan semakin jelas untuk memperkecil pernikahan semarga, dapat dikatakan tabu bagi orang Batak,” tuturnya.

Baca juga: Pustaha Laklak, Buku Sakti Suku Batak yang Sedang Diteliti Ilmuwan Eropa

Lanjut Aldi, bisa diartikan di dalam pembangunan tugu satu marga, merupakan salah satu acara adat yang tertinggi untuk orang Batak dalam mencapai hasangapon, hagabeon, hamoraon dan dos ni roha jala marsitukkol tukolan songon suhat di robean (terpandang, banyak keturunan, kekayaan dan senasib sependeritaan serta saling topang menopang satu dengan lainnya untuk mencapai kesuksesan.

“Pembangunan tugu satu marga sulit terlaksana jika tidak melakukan penghormatan kepada hula – hula (tulang/paman) yang merupakan saudara laki – laki dari ibu yang melahirkan marga tersebut. Di mana marga yang akan mendirikan tugu untuk meresmikannya harus membawa berupa makanan sekaligus menyampaikan maksud mereka agar diberikan berkat (pasu -pasu karena dalam adat Batak, hula -hula (tulang) doanya setengah langit,” tandas Aldi.

Seperti yang dilakukan marga Sibarani, belum lama ini menemui marga Sirait di Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba yang diketahui merupakan hula – hula (tulang) dari Sibarani, di mana marga tersebut mempunyai istri boru Sirait (ito Sirait Siahaan) yang melahirkan marga Sibarani hingga menyebar ke penjuru dunia (desana walu).

Dikatakan, Ketua Umum Marga Sirait (Partogasirabona), Nanser Sirait menerangkan Raja Partano Naiborngin beristrikan, Mombang Panailitan boru Sirait merupakan putri dari Raja Toga Sirait dan memiliki Putra dua yaitu Raja Sibarani dan Raja Sibuea.

Baca juga: Mitologi Batak, Kasta Tertinggi Dimakamkan di Peti Batu Satu

Selanjutnya, Raja Sibarani menikahi boru tulangnya yang bernama Pitta Haomasan boru Sirait yaitu Putri Raja Sirait Siahaan dari Lumban Siahaan Sibisa merupakan ito (saudara perempuan) dari Ompu Raja Sirait, Datu Ronggur Sirait dan Guru Solomoson Sirait.

“Kunjungan dari Marga Sibarani untuk menghormati kami tulangnya Sirait dimana mereka membawa makanan sekaligus mengundang untuk menghadiri pesta peresmian tugu agar leluhur mereka ditempatkan di tempat tinggi seperti tugu, sekaligus meminta restu dan berkah dengan memberikan dekke simudur – udur ( ikan mas),” ucap Nanser.

Dalam budaya Batak hula – hula (tulang) urutan penghormatan tertinggi (merupakan Tuhan yang terlihat) dimana untuk setiap adat Batak selalu dikedepankan dihormati dan wajib dihadirkan untuk memberikan pasu – pasu (berkat) agar keturunan salah satu marga mendapatkan hasangapon, hagabeon dan hamoraon) juga dalam falsafah Dalihan Natolu urutan pertama, Somba Marhula-hula. (nimrot/hm17)

Related Articles

Latest Articles