20.8 C
New York
Tuesday, August 13, 2024

PPN Naik 12% Berpotensi Tekan Daya Beli Masyarakat

Jakarta, MISTAR.ID

Apabila terjadi kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen terwujud di 2025, maka pemerintah butuh menyiapkan insentif terhadap masyarakat.

Sebab kenaikan tarif PPN berpeluang menekan daya beli masyarakat yang kini sedang merosot. Hingga akhirnya berimplikasi pada perlambatan laju konsumsi rumah tangga nasional.

“Wajib ada insentif fiskal yang relevan dengan kesanggupan daya beli masyarakat dan sektor usaha supaya terus berjalan dengan baik,” kata Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Ajib Hamdani, pada Senin (12/8/24).

Baca juga:Tahun 2025 PPN Naik jadi 12 Persen

Menurutnya, dalam menjaga daya beli masyarakat kelas menengah, pemerintah bisa menaikkan batas bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Seperti diatur Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101 Tahun 2016, besaran PTKP sekarang sebesar Rp 54 juta per tahun, atau setara dengan pendapatan Rp 4,5 juta per bulan.

Ajib mengatakan, untuk menjaga daya beli masyarakat dengan mengurangi kewajiban pajak penghasilan (PPh) pasal 21, batas bawah PTKP bisa dinaikkan sampai Rp 100 juta per tahun.

“Itu dapat mendorong daya beli kelas menengah-bawah. Di kelas ini, setiap kenaikan kemampuan bakal cenderung dibelanjakan, sehingga uang kembali berputar di perekonomian dan negara menerima pemasukan,” ungkapnya.

Pemerintah juga bisa memberikan insentif seperti potongan PPN, melalui format PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) terhadap beberapa industri yang berkontribusi besar bagi ekonomi nasional.

Baca juga:Harga Rumah Baru di Bawah Rp 2 Miliar Bebas PPN

Lanjut Ajib, PPN DTP dapat saja diserahkan ke sektor properti, hilirisasi pertanian, perikan, dan pertanian. “Namun secara kuantitatif harus dihitung benar jika tax cost ini 1 sisi tetap memberikan dorongan private sector, hanya bisa berjalan baik, dan di sisi lain penerimaan negara harus menghasilkan yang sepadan,” paparnya.

Melalui insentif-insentif itu, pemerintah disebut dapat menjaga usahanya untuk mendongkrak laju ekonomi nasional, akan tetapi pada saat bersamaan meningkatkan pendapatan negara dalam jangka panjang.

“Berkembangnya ekonomi yang konsisten di atas 5 persen memerlukan kebijakan fiskal yang pro dengan pertumbuhan,” tutup Ajib. (kcm/hm16)

Related Articles

Latest Articles