24.4 C
New York
Tuesday, July 16, 2024

Kerajinan Tangan Manual Mulai Tergusur oleh Mesin Digital

Medan, MISTAR.ID

Perkembangan teknologi di beberapa sektor, sebagian justru menghambat pelaku usaha. Salah satunya terhadap para pengrajin, terutama yang berbahan kayu.

Saat ini, telah ditemukan teknologi mesin pengukir otomatis kayu dan bahan lainnya. Hanya lewat program komputer, bisa bebas memilih ragam bentuk 3 dimensi yang hendak dicetak/ukir. Prosesnya cepat, praktis, dan akurat.

Sementara kerajinan tangan manual, dalam prosesnya melibatkan kreativitas dan keterampilan pengrajinnya. Untuk satu produk bisa memakan waktu lama, diperlukan ketelitian dan tenaga ekstra.

Baca juga: Kemajuan Pesat Digitalisasi Perbankan RI “Selamat Tinggal Mesin ATM”

Salah seorang pengrajin kayu dan limbah alam, Zulham Effendi mengatakan, kemunculan alat-alat canggih itu bisa mematikan daya kreativitas para pengrajin manual.

“Kami kalah cepat, jaraknya jauh. Misalnya buat vespa mini, saya butuh seharian untuk buat satu. Sementara mesin, mungkin dalam hitungan menit bisa selesai,” ujarnya saat ditemui mistar di galerinya, Selasa (16/7/24).

Namun, pemilik Roma Galeri di Jalan Panglima Denai, Jermal 10, Kecamatan Medan Denai, Kota Medan, ini yakin, meskipun kalah di waktu dan kuantitas, tapi dia masih unggul dari segi kualitas.

“Karena kalau manual, produk yang dihasilkan tentu otentik dan bernilai karena hanya ada satu, produk berikutnya tentu berbeda walau dengan model yang sama. Beda dengan mesin, hasilnya seragam semua,” sebutnya.

Baca juga:Cerita Pemilik Usaha Percetakan di Tengah Era Digitalisasi: Harus Punya Strategi

Zulham menambahkan, kalau cetakan/hasil ukir mesin itu sangat sempurna. Produksinya masal dan kesemuanya sama. Berbeda dengan manual, pasti ada ketidaksempurnaan di setiap produknya.

“Bagi saya, justru di situ letak seninya, ketidaksempurnaan itu akan memunculkan ide lain lagi, ada improvisasi di sana. Itu yang tidak bisa dilakukan mesin,” sambungnya.

Zulham sendiri lewat Roma Galeri banyak membuat kerajinan tangan dan miniatur beberapa benda, seperti vespa, becak, rumah adat, kapal laut, dan lainnya. Umumnya semua produknya berbahan limbah alam (kayu, pelepah, sabut, akar, dsb).

Lebih jauh Zulham menjelaskan untuk harga karya kerajinannya berkisar dari puluhan ribu hingga jutaan. Tergantung ukuran dan tingkat kesulitan.

“Kita memang menang di harga, karena kalau yang pabrikan pasti harganya lebih murah. Tapi ini seperti boomerang juga, orang umum pasti memilih yang lebih murah tanpa melihat nilai seninya,” sebutnya.

Baca juga:Pemerintah akan Rekrut 2,3 Juta ASN Fokus Bidang Talenta Digital

Ia menyayangkan sebagian besar konsumen, terutama di Medan, rata-rata tidak melihat proses pembuatan atau pun nilai seninya. Mayoritas lebih melihat harga, tentu yang murah (pabrikan) jadi laris manis.

“Sangat sedikit sekali yang mengerti nilainya. Di sini kendalanya, jadi pengrajin yang manual semakin tergerus oleh yang diproduksi mesin,” lanjutnya.

Bagi Zulham, bukan ia tak mau mengikuti perkembangan zaman. Masalahnya, harga mesin tersebut sangat mahal, ada yang puluhan bahkan ratusan juta rupiah.

“Masih sangat jauh mimpi punya mesin, sekarang fokus apa yang ada dulu. Kalau manual, tidak sampai Rp10 ribu, cukup modal pisau cutter dan lem,” pungkasnya. (maulana/hm17)

Related Articles

Latest Articles