20.3 C
New York
Saturday, September 28, 2024

Dekan Fakultas Hukum UMSU: Putusan MK Bermuatan Politisasi

Medan, MISTAR.ID

Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (16/10/23) telah mengambil keputusan dalam perkara permohonan Almas Tsaqibbirru Re A dengan nomor perkara No. 90/PUU-XXI/2023.

Keputusan tersebut mengabulkan sebagian dari permohonan, khususnya terkait syarat usia bagi seseorang yang pernah menjadi kepala daerah untuk dapat turut serta sebagai kandidat di Pemilihan Pilpres (Pilpres) mendatang.

Pengamat Hukum, Faisal menganggap, bahwa saat melihat pengajuan judicial review terkait batas usia Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres), MK telah benar karena merupakan hak konstitusional dan warga negara.

Baca juga: Usai Putusan MK, Capres Anies Nyatakan Sikap Siap Bertarung Melawan Prabowo-Gibran

“Setiap individu memiliki hak  sama sesuai dengan norma konstitusi yang telah dipegang teguh selama ini,” ujar Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) ini, pada Selasa (17/10/23) di ruangannya.

Menurutnya, keputusan MK harus didasarkan hukum dasar, dengan pertimbangan melampaui norma-norma dan mencakup aspek-aspek perkembangan yang berkaitan. Namun, beberapa pihak menganggap keputusan ini sebagai inkonsistensi terhadap keputusan-keputusan sebelumnya.

Pengajuan usulan untuk menurunkan batas usia dalam amar pertimbangan sebenarnya bukanlah domain yudikatif. Tetapi seharusnya menjadi tugas pemerintah dan DPR RI sebagai pembuat kebijakan.

“Batasan usia ini seharusnya wewenangnya pemerintah dan DPR, MK tidak mengambil sikap tegas, serta menerima keputusan tersebut untuk dilakukan judicial review,” ucap Faisal, sembari memegang kertas di tangannya.

Baca juga:Soal Batas Usia Capres-Cawapres, KPU Ikuti Putusan MK

Ia juga melihat, keputusan ini telah memicu perdebatan dan kontroversi yang disayangkan oleh banyak pihak, karena dianggap sebagai perubahan kebijakan didasarkan pada suara mayoritas.

Faisal mencatat, bahwa hal ini memunculkan pertanyaan terkait independensi MK dan apakah keputusan ini telah dipolitisasi. “Ini keputusan inkonstitusional, menguntungkan individual dan beberapa pihak,” tambahnya.

Ia juga menyampaikan, secara normatif, keputusan MK seharusnya didasarkan pada pertimbangan norma. Adanya kehebohan menunjukkan  tekanan yang memunculkan keraguan, apakah MK telah memutuskan berdasarkan pertimbangan norma atau faktor lain.

Faisal juga mencatat perbedaan pendapat di antara hakim, yang mengakibatkan perubahan konsistensi keputusan tersebut. Apakah perubahan ini terkait dengan faktor-faktor tertentu masih menjadi bahan perdebatan yang akan diuji saat pendaftaran Capres-Cawapres.

Baca juga:Soal Putusan MK Membolehkan Kampaye di Sekolah, KPU Gelar Uji Publik

Jika ada bukti yang menunjukkan kemungkinan adanya skenario tertentu, maka hal ini dapat dianggap sebagai politisasi MK yang seharusnya independen dalam pengambilan keputusan.

“Keputusan MK ini akan terlihat dipolitisasi, nantinya setelah pendaftaran capres dan cawapres. Apakah dugaan masyarakat selama ini terkait ke seseorang yang akan dicalonkan,” pungkasnya. (khairul/hm16)

 

 

Related Articles

Latest Articles