19.8 C
New York
Wednesday, July 3, 2024

Teka-teki Tewasnya Monang Samosir, Ahli Hukum Pidana: Sudah Cukup Bukti

Simalungun, MISTAR.ID

Hingga kini kasus tewasnya Monang Samosir (61), tak kunjung menemui titik terang. Meski kasus ini telah berjalan enam bulan, belum ada satu pun tersangka yang ditahan penyidik Kepolisian Resort Simalungun.

Ahli Hukum Pidana, Dr. Muldri Pasaribu, SH, MH mengatakan kasus ini seharusnya sudah ada tersangkanya.

Penegasan itu disampaikan Muldri saat ditemui Mistar.id di Pasca Sarjana Universitas Simalungun (USI), Selasa sore (20/6/23).

Wakil Direktur Pasca Sarjana USI ini mengatakan, dalam peristiwa pidana tersebut sebenarnya telah memiliki fakta, yakni adanya ditemukan orang meninggal dunia atau telah mati dan sudah ada orang yang terlibat.

Setelah kejadian, tentu pihak Kepolisian datang ke lokasi untuk melakukan olah TKP. Di sana ada ditemukan orang yang telah mati. Untuk kondisi kematian seseorang adalah kondisi fisiologis, artinya suatu kondisi yang biasa.

Namun begitu Polisi melakukan upaya pemeriksaan, sebab ditemukan kematian korban tidak wajar. Sehingga Polisi perlu melakukan olah TKP atau upaya awal untuk mengetahui siapa yang terlibat dalam kasus tersebut.

Salah satu upaya awal yang dilakukan adalah dengan membawa korban rumah sakit untuk melakukan upaya autopsi.

“Hasil autopsi forensik, memang tidak bisa menyimpulkan bahwa korban meninggal dunia karena dibunuh. Alat bukti yang satu ini hanya dapat menjelaskan apa faktor utama yang menyebabkan korban meninggal dunia, “ terangnya.

Pihak forensik nanti hanya menjelaskan, kapan korban meninggal, tanggal berapa, jam berapa dan penyebab meninggalnya korban. Contoh, adanya benda tumpul yang mengenai ulu hati, sehingga orang tersebut berhenti bernafas.

Baca juga : Menelisik Kasus Pembunuhan Monang Samosir yang Belum Temui Titik Terang

Sementara, untuk menentukan penyebab korban meninggal dunia dan sebabkan oleh apa, itulah adalah kewenangan dari pihak Kepolisian. “Kalau ini ditentukan oleh pihak kepolisian, salah satunya mungkin karena adanya pihak luar yang menghabisi nyawa korban,” tambahnya.

Lalu setelah itu, Polisi mencari saksi-saksi yang ada di lokasi perkara, mulai dari orang yang mengetahui, melihat atau turut serta merasakan kejadian tersebut. Usai pengumpulan keterangan saksi-saksi, ditahap ini ada proses penetapan tersangka.

Setalah proses penetapan tersangka,  status perkara tersebut dinaikkan ke tahap penyidikan. Pada tahap ini lah, perkara tersebut semakin memiliki titik terang. Setelah pihak penyidik mendapatkan dua alat bukti yang cukup, maka dapat ditetapkan tersangkanya. Di sana nanti dilihat siapa aja yang terlibat atau ikut serta dalam peristiwa tersebut.

“Setelah tahap penyidikan, di sini dilihat oleh penyidik siapa saja yang terlibat. Kemungkinan dalam tahap ini, ada penambahan tersangka, atau pelaku utama dalam peristiwa tersebut,” tambahnya lagi.

Baca juga : Kejari Simalungun Kembalikan Bekas Pembunuhan Monang Samosir, Ini Calon Tersangkanya

Polisi Sebut Tidak Ada Saksi Yang Melihat

Dr. Muldri juga memberikan pandangannya terkait kasus pembunuhan Monang Samosir yang tidak memiliki saksi mata secara langsung pada saat korban meninggal dunia, pada Minggu 15 Januari 2023 lalu.

Ditegaskan, bahwa dua dari tiga orang yang terlibat dalam kasus tersebut bisa dijadikan saksi oleh Polisi.

“Jadi faktanya kan sudah ada, korban sudah meninggal dunia. Lalu ada orang yang terlibat di sana. Jadi orang yang terlibat itu juga bisa dijadikan sebagai saksi,” terangnya.

Sementara terkait tidak adanya saksi mata dari pihak luar yang melihat persis kejadian tersebut, Muldri menyebut, dua dari tiga orang yang terlibat tersebut bisa dijadikan sebagai saksi oleh Polisi

Setelah di persidangan nanti, Majelis Hakim mengambil sumpah para saksi. Selanjutnya berdasarkan keterangan mereka ini lah nanti Hakim terbantu di dalam menilai dan memutuskan perkara tersebut.

“Bisa saja nanti dua orang saksi ini dijadikan sebagai terdakwa, apabila Hakim menilai ada keterlibatan para saksi ini secara langsung atas meninggalnya korban,” tambahnya.

Terkait informasi yang mengatakan korban terlebih dahulu melakukan penyerangan kepada tiga orang lainnya yang terlibat, menurutnya, pasal noodweer bisa saja digunakan dalam perkara ini.

Hal tersebut diatur dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP dan Pembelaan Diri Luar Biasa (Noodweer Excess) atau pembelaan di luar batas, diatur dalam Pasal 49 ayat (2) KUHP.

Meski demikian, hal ini nantinya bisa dibuktikan oleh fakta-fakta yang ada di dalam persidangan. Apakah dalam hal ini, para pelaku atau orang yang terlibat pada saat kejadian, benar-benar dalam keadaan terpaksa.

Contoh ada dua kasus yakni kasus seorang pemuda di Jakarta. Pada saat itu pemuda ini dibegal oleh dua orang. Lalu Pemuda itu melakukan perlawanan dan menewaskan satu orang dari para pelaku. Namun pada saat itu dia dibebaskan, karena dia murni melakukan pembelaan diri.

Contoh kedua, yakni di Malang, seorang Pelajar SMA yang mana pada saat melewati perladangan tebu dengan posisi membonceng ceweknya. Begitu tiba di lokasi, tiba-tiba datang dua orang pelaku membegal keduanya.

Selanjutnya tepat pada saat ceweknya hendak diperkosa para pelaku. Pemuda ini langsung mengambil pisau yang ada di dalam tasnya dan membunuh para pelaku.

Setelah, di persidangan pemuda ini tetap di pidana dengan hukuman selama dua belas bulan. Namun proses pemidanaan nya tidak dalam bentuk kurungan, namun dalam bentuk pembinaan.

Memang ini dalam konteks kasus yang sama, namun dalam pembuktian ada selang waktu. Selang waktu bahwasanya dia sempat berfikir, bukan melakukan sekonyong-konyong atau secara refleks untuk menghabisi yang bersangkutan untuk membela diri.

Baca juga : 14 Hari Berlalu, Penyidik Belum Kembalikan Berkas Pembunuhan Monang Samosir ke Jaksa

“Kalau yang di Jakarta itu, dia membela diri dan dia dalam keadaan terancam. Sementara yang di Malang itu, dia masih sempat berfikir mengambil pisau untuk membunuh para pelaku,” tambahnya.

Disingung terkait pernyataan Enita Samosir, anak dari korban (Monang Samosir) yang menyebut pada saat gelar perkara, Subenri Sitinjak dan istrinya Br Hutagaol, turut serta melakukan adegan di lokasi. Pada saat itu, Subenri Sitinjak berperan sebagai korban. Sementara Boy Sitinjak anak dari Subenri Sitinjak, memukul korban mengunakan balok hingga tewas.

Muldri Pasaribu mengatakan, Boy Sitinjak yang merupakan anak dari kedua orang yang terlibat lainnya. Bisa dikatakan sebagai tersangka utama, namun meskipun demikian tetap dilihat dari selang waktu yang dibutuhkan oleh yang bersangkutan, ujarnya mengakhiri.  (Matius/hm19)

Related Articles

Latest Articles