17.7 C
New York
Tuesday, July 2, 2024

PPABS: Wilayah Dolok Parmonangan Bukan Tanah Adat

Beranjak dari kondisi itu, DPP PPABS pun menyurati Presiden RI, Komnas HAM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LKH), dan lembaga negara terkait lainnya. Dengan harapan, penyelenggara negara maupun pemerintah, agar segera menuntaskan problem yang cukup mengganggu masyarakat etnis Simalungun.

Melalui suratnya, DPP PPABS meminta Komnas HAM ketika membahas persoalan tanah di Dolok Parmonangan, agar mengacu kepada kepemilikan tanah, adat dan sejarah Simalungun.

“Kami juga meminta Komnas HAM menjaga independensinya, dengan tidak hanya menggali informasi dari satu pihak. Melainkan, harus meminta informasi dan pendapat dari pemangku adat dan budaya Simalungun, serta ahli waris dari raja-raja Simalungun,” tutur advokat yang lama berprofesi sebagai jurnalis ini.

Baca juga: Camat Dolok Pardamean Sebut Pembersihan KJA Tetap Dilanjutkan

Lalu, DPP PPABS juga menyatakan, hingga saat ini, belum ada peraturan daerah (Perda) di Kabupaten Simalungun tentang pengakuan terhadap masyarakat hukum adat.

Sehingga, ketika penetapan masyarakat hukum adat belum ada, maka ketentuan Pasal 67 ayat 2 UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, serta Pasal 34 ayat 1 PP Nomo 33
tahun 2021 tentang penyelenggaraan Kehutanan, tidak terpenuhi.

Pun demikian, sambung Hermanto, bila pun ada tanah adat/ulayat di Kabupaten Simalungun, selayaknya harus mendapatkan penetapan ahli waris raja-raja di Simalungun, maupun dari marga-marga Simalungun.

“Karena yang berhak menyatakan atau memiliki tanah adat di wilayah Simalungun adalah ahli waris raja,” katanya.

Beranjak dari hal tersebut di atas, PPABS menetapkan kriteria untuk dapat disimpulkan memiliki tanah adat, yakni:

1. Memiliki Subjek, artinya , ada masyarakat, aksara, bahasa, marga, tatanan kehidupan, ada tutur dan lainnya.

Related Articles

Latest Articles