13.7 C
New York
Saturday, May 11, 2024

Dinkes : Tahun 2022, Sebanyak 881 Pasien TB di Kota Pematang Siantar

Pematang Siantar, MISTAR.ID

Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memerangi tuberkulosis secara menyeluruh, atau TBC. Komitmen ini juga dikuatkan secara menyeluruh di setiap daerah, termasuk di Kota Pematang Siantar.

Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Pematang Siantar, standar pelayanan minimal (SPM) tuberkulosis telah dicapai sebanyak 881 orang pada tahun 2022, yang merupakan sekitar 50% dari target 1.820 orang yang ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Kita bukan satu-satunya yang gagal mencapai tujuan yang ditetapkan pemerintah pusat.

Wattini Simatupang, Fungsional Epidemiologi Ahli Pertama dan Pengelola Program TBC Dinas Kesehatan Kota Pematang Siantar, mengatakan kepada mistar.id bahwa daerah lain di Sumatera Utara juga mengalami hal yang sama. Jumat (21/7/23).

Baca juga : Pemko Siantar Apresiasi Yayasan Mentari Meraki Asa Fokus Dampingi Pasien TBC

Meski begitu, sambung dia, yang menjadi target untuk SPM itu sebenarnya bukan pada pasien TBC, melainkan pasien atau orang yang “terduga” terpapar penyakit Tuberkulosis. Orang yang “terduga” ini adalah masih melakukan pemeriksaan screening awal sebelum di sahkan orang tersebut positif penderita TBC.

“Kemenkes menargetkan pada Kota Pematang Siantar pada orang terduga itu di tahun 2022 adalah 7.446 orang.

Tetapi, kami bisa melampaui batas target tersebut yaitu hampir 8.000 an. Orang yang terduga ini sebenarnya yang menjadi target kami,” ujarnya.

Menurut Wattini, capaian pemeriksaan orang yang “terduga” terpapar penyakit Tuberkulosis ini melebihi target yang ditentukan hingga 100 persen lebih, merupakan salah satu upaya Dinkes Pematang Siantar aktif dengan jemput bola.

Artinya, pihaknya selain menunggu di Puskesmas , Wattini bersama tim nya juga aktif ke sekolah-sekolah, tempat-tempat rehabilitasi, serta dibantu oleh yayasan yang bergerak dalam penanganan eliminasiTBC.

Jika di tanya peningkatan pasien TB, antara tahun ini dibandingkan tahun sebelumnya, Wattini mengatakan lonjakan tertinggi ada di tahun 2022.

Kalau untuk tahun 2023, pihaknya belum bisa memberikan data, sebab tahun ini masih berjalan 6 bulan.

Artinya beberapa orang yang terduga itu masih belum bisa ditetapkan ataupun pengobatan masih berjalan.

“Mengapa di tahun 2022 lonjakan pasien TB meningkat? Karena dinamika pandemi Covid-19 terjadi di Indonesia selama 2021. Jadi, orang yang sakit itu takut berobat ke faskes seperti puskesmas. Mereka khawatir di suspek Covid-19 apabila ada gejala batuk. Padahal, bisa jadi, itu dikarenakan sakit TBC. Lalu di tahun 2022, mulai masyarakat tidak takut lagi ke faskes puskesmas ataupun rumah sakit,” ungkapnya.

Lantas, bagaimana ciri penyakit TBC yang perlu diwaspadai?

Wattini mengatakan gejala-gejala yang perlu diwaspadai dan memerlukan perhatian khusus adalah selama dua minggu atau lebih, yaitu batuk yang tidak kunjung sembuh meski sudah diobati, sering demam yang tidak diketahui penyebabnya, berat badan yang tidak naik atau bahkan menurun, atau terlihat lemas juga lesu.

“Tubuh masing-masing penderita menunjukkan tanda-tanda dan gejala yang bervariasi. Agar mendapatkan penanganan yang paling tepat dan sesuai dengan kondisi kesehatan orang tersebut, periksakan apapun gejala yang muncul ke puskesmas atau rumah sakit terdekat,” tegas Wattini.

Tuberkulosis atau sering disebut TBC ini katanya adalah penyakit menular yang disebabkan kuman atau bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan.

Percikan ludah (droplet) ketika penderita TB, batuk, bersin, berbicara ataupun meludah.

“Makanya, kami sarankan pada penderita TBC harus disiplin dalam menjaga kesehatan, baik pribadi maupun ke lingkungan sekitar. Jangan meludah sembarangan. Itu bisa menularkan ke orang lain. Ketika 1 orang yang terkena TBC, itu diperkirakan 20 orang disekitarnya bisa terkena. Itu lah bahayanya TBC ini,” sebut Wattini.

Wattini memastikan, bahwa pihaknya akan terus melakukan berbagai upaya dalam proses eliminasi TBC di Kota Pematang Siantar.

Di antaranya, memastikan ketersediaan logistik TBC untuk mendukung penegakkan diagnosis dan pengobatan.

“Pemanfaatan alat diagnostik terkini, Tes Cepat Molekuler (TCM) yang merupakan salah satu upaya untuk mempercepat diagnosis sehingga pasien dapat memperoleh pengobatan sedini mungkin,” pungkasnya.

Baca juga : Dunia Medis Berhutang Jasa Kepada 5 Penemu Alat Kesehatan Modern Berikut

Wattini mengimbau masyarakat agar segera memeriksakan diri, apabila mengalami gejala-gejala seperti tadi.

Sehingga dapat ditemukan dengan cepat dan diberikan pengobatan sesuai standar. Upaya ini juga dilakukan untuk memutus mata rantai penularan penyakit TBC kepada orang lain.

“Di program TBC,  pemerintah menyediakan obat secara gratis, baik yang sensitif selama enam bulan, atau resisten.

Obat TBC bisa didapatkan di rumah sakit maupun puskesmas,” tutup Wattini. (Yetty/hm19)

 

Related Articles

Latest Articles