27.9 C
New York
Friday, August 2, 2024

Urgensi Tata Kelola Kependudukan IKN: Suatu Proyeksi

Oleh: Boy Anugerah

MISTAR.ID

Salah satu tantangan utama dalam pelaksanaan pembangunan nasional, termasuk di dalamnya pembangunan daerah adalah upaya untuk mewujudkan pemerataan hasil pembangunan kepada seluruh masyarakat.

Pemerataan hasil pembangunan dan pemerataan kesejahteraan yang menjadi objektif utama dari pembangunan menjadi sulit tercapai karena adanya ketidakseimbangan dalam distribusi sumber daya yang ada.

Terkadang distribusi sumber daya hanya berfokus pada satu tempat atau satu pihak saja dengan mengabaikan pihak atau tempat lainnya.

Pembangunan IKN yang secara motif dapat dikatakan meniru apa yang dilakukan oleh Brazil dan Kazakhstan dengan memindahkan lokasi ibu kota dari pinggir ke tengah mengusung misi untuk menciptakan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Lokasi IKN yang berada di tengah diharapkan dapat menciptakan trickle-down effect ke daerah-daerah lainnya, baik barat maupun timur, tidak seperti saat ini yang hanya bertumpu di Pulau Jawa saja, sehingga menimbulkan kesan Java Centric.

Upaya untuk menjadikan IKN sebagai medium pemerataan kesejahteraan bagi masyarakat menemukan beberapa kendala dalam proses pembangunannya yang memasuki tahap pertama pada 2024 ini.

Kebijakan pemerintah untuk merelokasi aparatur negara baik ASN, TNI, maupun Polri, serta proyeksi bakal derasnya arus pendatang yang masuk ke IKN dalam beberapa tahun ke depan dibayangi oleh tantangan kependudukan.

Benar bahwasanya Kalimantan Timur memiliki sejarah panjang dalam menerima arus imigran pada masa lalu.

Konfigurasi demografis Kalimantan Timur juga didominasi oleh kaum pendatang sebanyak 80 persen plus minus yang didominasi oleh suku Jawa dan Sunda, sisanya masyarakat lokal Dayak seperti Dayak Benuaq, Dayak Paser, Dayak Kaharingan, dan lainnya. Selama ini pertemuan antara pendatang dan penduduk lokal berjalan lancar karena yang terjadi adalah proses akulturasi dan asimilasi budaya yang memperkokoh ketahanan sosial budaya daerah.

Potensi masalah

Problematika kependudukan ke depan adalah proses pembangunan IKN di awal yang dianggap tidak melibatkan partisipasi masyarakat adat lokal.

Ada banyak lahan yang diproyeksikan untuk pembangunan IKN, namun statusnya belum selesai dengan masyarakat adat tekait skema ganti rugi, besaran biaya, serta kompensasi pembangunan pemukiman baru.

Demikian juga dengan tanah adat dan hak ulayat yang mereka miliki. Kondisi inilah yang dikhawatirkan akan memicu konversi gesekan, dari gesekan secara vertikal antara negara dan masyarakat adat ke arah gesekan horizontal antara pendatang dan penduduk lokal.

Terlebih lagi pemerintah juga belum memiliki cetak biru dalam tata kelola kependudukan di IKN, bagaimana distribusi pekerjaan, distribusi pendapatan, antara pendatang dan penduduk lokal.

Arus migrasi dari luar ke dalam IKN diproyeksikan akan didominasi oleh aparatur negara yang didistribusikan ke IKN.

Mereka yang berstatus aparatur negara aktif dari kalangan ASN/TNI/Polri ini adalah kelompok usia produktif yang dapat memberikan kontribusi positif bagi pembangunan nasional dan pembangunan daerah di IKN. Namun demikian, ada sisi negatifnya.

Akan ada diskrepansi atau kesenjangan kompetensi antara aparatur negara ini dengan penduduk lokal, yang ke depan menjadi tugas serius bagi pemerintah untuk mengelolanya.

Diskrepansi dalam hal kompetensi ini merupakan potret miniatur dari potensi konflik ke depan. Problematika di depan jauh lebih besar apabila pemerintah, khususnya OIKN, tidak memiliki cetak biru tata kelola kependudukan yang tepat dan komprehensif guna mewujudkan pemerataan kesejahteraan.

Ada potensi terjadinya konflik horizontal antara pendatang dan penduduk lokal yang disebabkan oleh perebutan sumber daya alam dan perebutan lapangan pekerjaan.

Para pendatang diproyeksikan berasal dari kalangan terdidik yang mengenyam pendidikan tinggi. Sedangkan masyarakat adat lokal adalah kelompok yang masih termarjinalkan, mayoritas berada di bawah garis kemiskinan dengan pekerjaan sebagai nelayan dan petani untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Proyek pembangunan fisik di IKN pun tidak sepenuhnya menggunakan tenaga kerja lokal yang sejatinya dapat diberdayakan dalam pekerjaan-pekerjaan kasar membangun infrastruktur di IKN. Inilah yang menjadi salah satu resistensi masyarakat lokal terhadap proyek IKN.

Related Articles

Latest Articles