21.4 C
New York
Sunday, September 8, 2024

Megawati Tolak Revisi UU TNI Polri, Pengamat: Takut akan Terkontaminasi Kepentingan Politik

Medan, MISTAR.ID

Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menolak rencana revisi Undang-Undang (UU) TNI dan Polri.

Presiden Indonesia kelima itu menilai dua undang-undang tersebut akan mengembalikan dwifungsi ABRI. Sementara saat Mega menjabat presiden, MPR RI telah mengeluarkan ketetapan (TAP) MPR Nomor 6/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan Polri.

Pengamat politik sekaligus staf ahli MPR RI, Boy Anugerah berpendapat, pernyataan yang disampaikan Megawati tersebut sangat historis dan faktual. UU Polri dan UU TNI itu produk reformasi, dibuat pada eranya sebagai pemimpin negara.

“Jadi ada spirit reformasi dan political will dari beliau yang didiseminasikan pada kedua regulasi tersebut untuk membuat baik TNI maupun Polri menjadi lebih profesional, humanis, dan demokratis,” sebutnya, Jumat (2/8/24).

Baca juga: Urgensi Tata Kelola Kependudukan IKN: Suatu Proyeksi

Menurut Boy, dari pernyataan-pernyataan Ketum PDIP tersebut, ada semacam ketakutan bahwa demokrasi yang mulai bergerak lurus menuju mature democracy bisa berubah menjadi demokrasi setback ketika instrumen pertahanan negara seperti TNI dan Polri mulai masuk kembali ke ranah politik.

“Atau yang paling minimal, terkontaminasi kepentingan politik. Beliau melihat alarm tanda bahaya dari situasi seperti ini,” terangnya.

Alumnus Magister Ilmu Pemerintahan dan Kebijakan Publik SGPP Indonesia ini juga menjelaskan, jika revisi kedua UU ini untuk tujuan kesetaraan, ada baiknya perlu dilakukan kajian lagi.

“Kesetaraan itu seperti apa. Jika benar-benar ingin setara, Polri sebaiknya diletakkan di bawah Kemendagri sebagaimana TNI diletakkan di bawah Kemenhan RI. Saya pikir Polri akan lebih profesional,” katanya.

Baca juga: Kahiyang Ayu Ramaikan Balon Wali Kota Medan, Begini Tanggapan Pengamat Politik

Survei boleh menyebut bahwa persepsi publik bagus terhadap Polri. Tetapi menurut Boy, kita tidak bisa menutup mata telinga bahwa kasus Sambo, kasus Teddy Minahasa, kasus Vina Cirebon, adalah jelaga hitam dalam kinerja Polri.

“Demikian juga dengan TNI. Apakah kinerja TNI optimal? Berapa banyak kasus pelanggaran ZEE di Natuna? Berapa banyak pelanggaran di wilayah ALKI Berapa banyak existing loss akibat transnational crimes di perairan kita?” lanjutnya.

Boy menganggap hal ini bisa dibuka dan jadi catatan kritis untuk kinerja TNI. Ini baru TNI in general, belum lagi kita kaji efektivitas mereka dalam praktik intelijen, OMSP, dan lainnya.

“Poinnya, jikapun mau revisi, lebih baik pada hal-hal yang substansial,” pungkasnya. (maulana/hm25)

Related Articles

Latest Articles