Larangan dan Sanksi Politik Uang Dinilai Perlu Dirumuskan Ulang


larangan dan sanksi politik uang dinilai perlu dirumuskan ulang
Jakarta, MISTAR.ID
Larangan dan sanksi atas permainan politik uang (money politic), yang selama ini hanya menyasar pemberi dan penerima, dinilai perlu dirumuskan ulang.
Politik uang dalam Pemilu harus dapat berimplikasi langsung terhadap pasangan calon (Paslon) yang bertarung dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Seperti penilaian yang disampaikan langsung oleh Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, sebagaimana dikutip mistar.id, pada Jumat (29/11/24) malam.
“Terkait dengan money politics, saya kira norma terkait pelarangan money politics, termasuk sanksi terhadap money politics itu memang harus kita rumuskan ulang terkait dengan bagaimana pembuktian money politics itu bisa dengan mudah menyentuh kandidat dan memberikan sanksi kepada kandidat,” tuturnya.
Baca juga: Merusak Demokrasi, LBH Medan Minta Masyarakat Tolak Politik Uang
Sanksi yang diberikan terhadap pelaku tindak politik uang dalam pemilu, menurut Rifai, harus dapat berimplikasi langsung terhadap pasangan calon (paslon) yang berkontestasi dalam pilkada itu sendiri.
“Kita tahu bahwa selama ini norma terkait dengan politik uang itu kerap kali hanya bisa menyentuh siapa yang memberi di lapangan dan siapa yang menerima, tanpa kemudian berimplikasi terhadap pasangan calon yang didukung dan seterusnya,” katanya.
Sekaitan dengan itu, Rifqi menilai wacana revisi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) menjadi penting untuk digulirkan.
Rifqi mengungkapkan, Komisi II DPR RI berencana akan membentuk UU terkait Politik dengan menggunakan metode Omnibus Law yang di dalamnya menyatukan Pemilu dan Pilkada.
Baca juga: Bawaslu Sumut Apreasiasi OTT di Humbahas Terkait Politik Uang
Selain itu, kata Rifqi, Komisi II DPR RI juga perlu mencermati pula perihal selisih suara antar-kandidat yang tipis di sejumlah daerah pada Pilkada Serentak 2024 karena berpotensi menimbulkan upaya kecurangan.
“Kami mencermati potensi kecurangan yang terjadi di kabupaten/kota, provinsi, di mana selisih suara antar-kandidat sangat tipis. Nah, proses Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik) dan rekap manual itu kerap kali menjadi satu ruang negosiasi di level penyelenggara dengan pasangan calon yang saya kira harus menjadi concern kita bersama,” bebernya.
Sebelumnya, pihak Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI melakukan kajian awal terhadap 130 laporan dan informasi awal hasil pengawasan mengenai dugaan pelanggaran politik uang selama masa tenang dan pemungutan suara Pilkada 2024.
130 laporan dan informasi awal itu adalah data yang dikumpulkan Bawaslu, pada Rabu (27/11/24) sampai dengan pukul 16.00 WIB.
Apabila kajian awal menunjukkan dugaan itu memenuhi syarat formil dan materiil, maka Bawaslu akan melakukan kajian hukum dalam (5) lima hari kalender.
“Peristiwa pembagian uang atau materi lainnya berpotensi dikenakan ketentuan Pasal 187A Undang-Undang Pemilihan (UU Pilkada, red.),” ujar Ketua Bawaslu Rahmat Bagja, pada Rabu (27/11/24) kemarin. (ant/hm27)