18.7 C
New York
Sunday, June 2, 2024

Undang undang Pemisahan Guru dan Dosen Menurut Pengamat: Tidak Tepat

Jakarta | MISTAR.ID – Pengamat pendidikan Asep Sapaat menilai pemisahan undang-undang tidak tepat untuk mengatasi segala persoalan guru. Pasalnya, yang perlu disoroti justru kebijakan-kebijakan turunan dari undang undang itu.

”Saya melihat tidak substantif,” katanya.

Asep mengungkapkan, UU Guru dan Dosen dibuat dengan tujuan memberikan kepastian untuk menghormati guru. Secara de jure dan de facto, UU sudah memberikan suatu jaminan tentang profesi tersebut. Dengan demikian, tidak akan ada efek apa pun ketika UU Guru dan Dosen dibuat menjadi UU yang terpisah.

”Nggak ada masalah. Karena nggak ada pengaruh (untuk guru, red),” ungkap GM Pendidikan Dompet Dhuafa tersebut.

Dia menekankan lagi perihal kebijakan turunan dari sebuah UU untuk memastikan kesejahteraan dan kompetensi bisa membaik. Sebab, menurut dia, selama ini belum ada infrastruktur yang benar-benar memastikan hal tersebut.
Dia mencontohkan sertifikasi guru. Dari kacamatanya, sertifikasi guru di Indonesia jauh dari kata berhasil. Sebab, tata kelola guru belum dikerjakan dari hulu ke hilir.

Alhasil, sertifikasi dipahami hanya sebagai tambahan income bagi sebagian guru. Bukan insentif untuk memacu guru lebih giat lagi dalam memperbaiki kompetensi. Itu akan sangat berpengaruh dalam kegiatan belajar-mengajar.

Sementara itu, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Supriano enggan mengomentari rencana pemisahan UU tersebut. Pihaknya memilih fokus merancang kebijakan sesuai arahan dalam pidato Mendikbud Nadiem Makarim.

”Ini kan baru mulai, tapi arahan Pak Mendikbud sudah ketahuan dan jelas. Kami akan mewujudkan itu,” kata pria yang akrab disapa Ano tersebut saat ditemui di Mercure Batavia kemarin.

Dia bersama jajarannya masih memilah-milah terkait penyederhanaan dan pemangkasan administrasi. Bukan hal yang mudah. Sebab, banyak aturan administrasi seperti sertifikasi dan kenaikan pangkat yang terikat dengan kementerian/lembaga lain.

Misalnya, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB) serta Badan Kepegawaian Negara (BKN). ”Kami sisir dulu arah maksud Pak Menteri (Nadiem, Red). Jadi, ada kajian dulu. Makanya, kami belum berani jawab ke mana-mana,” katanya.

Terkait dengan program honorer, menurut Ano, kebijakan melarang sekolah untuk mengangkat tenaga honorer dan merekrut mereka yang berusia di atas 35 tahun menjadi PPPK sesuai dengan isi dan arah pidato yang dibacakan oleh Nadiem. Kebijakan tersebut dilakukan sejak 2018. ”Sudah sekitar 34 ribu guru honorer diangkat menjadi PPPK,” jelasnya.

Nah, melalui tes CPNS 2019, pemerintah membuka lowongan 63.324 guru bagi tenaga honorer yang berusia di bawah 35 tahun. ”Untuk kesejahteraan, kami sedang memperbaiki terus. Ini kan tentunya berkaitan dengan anggaran juga, ini sedang kami diskusikan dengan menteri,” ujarnya.

Sumber: jawapos
Editor: Luhut Simanjuntak

Related Articles

Latest Articles