16 C
New York
Saturday, May 4, 2024

Indonesia Bukan Bergeser ke Normal Baru Tetapi Kebiasaan Baru

Jakarta, MISTAR.ID

Direktur Jenderal Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto, mengumumkan, pada hari Jumat (10/7/20), bahwa istilah “normal baru” untuk menggambarkan era pasca-pandemi di Indonesia tidak tepat, dan pemerintah telah mengubah frasa untuk adaptasi kebiasaan baru (beradaptasi dengan kebiasaan baru) menjadi mencegah interpretasi yang salah atau kesalahpahaman.

“Terminologi ‘normal baru’ salah. Kami telah mengubah kata-kata menjadi ‘beradaptasi dengan kebiasaan baru’ setelah ‘normal baru’ dikritik. Tapi istilah ‘normal baru’ terus bergema di masyarakat,” kata Yurianto, Jumat (10/7/20), saat peluncuran buku bertema Covid-19 oleh Saleh Daulay, seorang anggota parlemen Komisi IX DPR yang mengawasi kesehatan dan tenaga kerja.

Istilah ‘normal baru’ disarankan oleh Presiden Joko Widodo pada pertengahan Mei dan sejak itu telah digunakan dalam upaya pemulihan ekonomi negara pascandemi.

Yurianto menjelaskan, masyarakat tidak sepenuhnya memahami frasa dan akan fokus pada kata “normal” daripada aspek “baru”. “Karena itu, kami memutuskan untuk menggunakan ‘beradaptasi dengan kebiasaan baru’.”

Baca Juga:New Normal di Sumut Tinggal Menunggu Keputusan Kemenkes RI

Yurianto menambahkan, bahwa pemerintah tidak akan mengeluarkan peraturan baru tentang pencegahan Covid-19 atas kekhawatiran bahwa masyarakat mungkin menjadi bingung dan mengalami kelelahan informasi.

Dia mengimbau, masyarakat untuk mematuhi tindakan pencegahan Covid-19 yang berlaku untuk membuat kampanye “beradaptasi dengan kebiasaan baru” menjadi sukses, seperti memakai masker, berlatih menjaga jarak fisik, mencuci tangan secara teratur dan menghindari mata, hidung, dan mulut yang menyentuh.

“Kami tidak akan berbicara tentang peraturan lagi. Semakin banyak peraturan, semakin membingungkan kita. Mari kita belajar hidup dengan kebiasaan baru,” sebutnya.(the jakarta post/ja/hm10)

Related Articles

Latest Articles