14.6 C
New York
Friday, May 3, 2024

Covid-19 Pandemik, RI Ambil Sikap Hati-hati

Jakarta, MISTAR.ID

Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, Rabu (11/3/20) malam WIB, menetapkan covid-19 sebagai pandemikkk. Salah satu alasannya adalah jumlah kasus dan jumlah negara yang terjangkit covid-19 meningkat tajam.

Lalu, apa tanggapan Pemerintah RI terkait langkah WHO? Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, mengatakan pandemikk merupakan isyarat penyakit ini bisa menyerang siapa saja dan negara mana saja di dunia ini. Selain itu, covid-19 juga menjangkiti banyak negara dalam waktu bersamaan disertai ada rekam jejak epidemiologi.

“Ini sudah lebih dari 114 negara dan kemudian juga menimbulkan kematian yang cukup banyak,” ujar Yuri, sapaan akrab Achmad Yurianto, dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (12/3/20).

Ia lantas menyebutkan, ada beberapa keuntungan dan kewaspadaan yang bisa dipetik. Pertama, kewaspadaan seluruh dunia meningkat sehingga banyak negara yang meninjau kembali bebas visa pada kunjungan antarnegara.

“Kami sedang menunggu kebijakan Kemenlu. Tapi dalam dalam tanda petik, dunia tidak memberikan kelonggaran. Tujuannya untuk kengurangi penyebaran,” kata Yuri.

Kedua, lanjut dia, ada konsekuensi setiap negara akan bersiap-siap lantaran mereka membutuhkan sarana dan prasarana kesehatan. Mereka juga akan mengamankan stok masker, obat, hingga alat pelindung diri (APD).

“Kemenkes sudah memastikan lebih dari 10 ribu kit dan akan kita tambah lagi. Beberapa BUMN sudah pastikan kita memiliki sekitar 15 juta masker disiapkan. Tapi tentunya bukan jumlah yang kita anggap kurang cukup, juga enggak. Artinya kita sudah punya stok. Permasalahan bagi Indonesia bukan stok, tapi mengendalikan penularan ini lebih keras lagi,” ujar Yuri.

“Dalam beberapa kasus kita mulai dapat laporan di daerah tentang PDP (pasien dalam pengawasan). Yang semakin meningkat ini pintu bagi kita mencari kasus positif yang jadi pegangan untuk kontak. Untuk mengendalikan kontak,” lanjutnya.


Sikapi Hati-hati

Achmad Yurianto juga menyatakan, gagasan penutupan akses (lockdown) tak akan begitu saja diterapkan. Ssejauh ini pemerintah tak akan mengambil opsi lockdown untuk mencegah sebaran risiko infeksi virus korona.

“Kita tidak akan mengambil opsi lockdown karena kita malah tidak bisa berbuat apa-apa,” ujar pria yang karib disapa Yuri itu.

Meski demikian, Yuri mengatakan, bukan berarti ke depan usulan itu tak bakal diterapkan. Jika pun diputuskan, Yuri memastikan kebijakan itu dibahas bersama oleh unsur pemerintah bukan hanya kementerian kesehatan.

“Ini akan jadi keputusan bersama yang dikoordinasi di tingkat kementerian. Di-lockdown agar tidak ada pergerakan orang sakit keluar atau keluar-masuk, ada konsekuensi yang tak mudah dari kebijakan tersebut” kata pria yang juga Sestditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI tersebut.

“Bisa saja kasus di situ naik dengan cepat. Pengalaman kapal Diamond Princess begitu lockdown, naik dengan cepat jumlahnya (positif covid-19) karena enggak bisa kemana-mana, yang sakit dan enggak sakit campur jadi satu,” katanya.

Yuri menjelaskan, setelah WHO menetapkan pandemikk, maka seluruh dunia pun mulai harus mengeluarkan sikap hati-hati, termasuk di Indonesia. “Kami sudah koordinasi dalam waktu dekat akan ada rapat di tingkat menteri. Kemenko PMK untuk koordinasi bagaimana status bebas visa dan sebagainya, untuk membatasi pergerakan orang, karena faktor pembawa penyakit ini manusianya,” kata Yuri.

Sebelumnya, pagi tadi Ketua Dewan Pertimbangan Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Jusuf Kalla menilai Indonesia bisa menerapkan kebijakan penutupan akses (lockdown) sebagai upaya untuk mencegah penyebaran virus korona atau covid-19. Sebab, menurut dia, kebijakan lockdown sudah dilakukan sejumlah negara dan terbukti efektif.

“Salah satunya China, dia berhasil memperlambat penyebaran virus korona, mencegah 100 persen karena lockdown. Tapi ini hanya bisa diterapkan negara yang sangat disiplin untuk melaksanakan itu,” ujarnya.

Menurut JK, Indonesia sebenarnya bisa menerapkan lockdown. Namun, ia menilai ada berbagai persiapan yang perlu dilakukan agar Indonesia siap menerapkan pembatasan akses tersebut. “Indonesia, kalau diinstruksikan pasti bisa, tapi harus siap ekonominya, macam-macamnya,” kata Wakil Presiden RI pada periode 2004-2009 dan 2014-2019 itu.

JK pun memaklumi cepatnya penyebaran virus korona di dalam negeri. Pasalnya, virus merupakan hal yang tak terlihat dan semua orang bisa tanpa sadar akan terinfeksi.

Sumber: cnbc/cnn
Editor: Luhut

Related Articles

Latest Articles