9.8 C
New York
Saturday, May 11, 2024

Saat Eldin Diterikai Wali Kota Koruptor!

Medan | MISTAR.ID – Wali Kota Medan Nonaktif, Tengku Dzulmi Eldin dihadirkan Jaksa Penuntut KPK di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Kamis (9/1/20). Eldin dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara kasus suap yang menjerat anak buahnya Kadis PU Kota Medan, Isa Ansyari.

Isa didakwa karena menyuap Eldin, terkait jabatan dan pelesiran rombongan keluarga Eldin di Jepang yang berujung OTT. Eldin sudah tiba di Medan sejak Rabu (8/1/20) kemarin dan langsung dititipkan ke Rumah Tahanan (Rutan) Tanjung Gusta, Medan.

Eldin tiba di PN Medan sekitar pukul 09.20 WIB. Dia masuk melalui pintu utama gedung PN Medan dengan mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK. Dia mendapat pengawalan ketat dari polisi bersenjata laras panjang.

Dia tak langsung ke ruang sidang. Sambil menunggu persidangan, dia menunggu di ruang khusus jaksa. Polisi bersenjata berjaga di depan pintu ruangan itu.

Hanya saja, sesaat setelah masuk gedung PN, beberapa warga yang sedang duduk di ruang tunggu PN Medan sempat meneriakinya pelan dengan sebutan koruptor,“Wali Kota koruptor!”.

Eldin bergeming. Dia lantas menuju ruang jaksa. Kira-kira pukul 10.00 WIB, Eldin memasuki ruang sidang. Beberapa koleganya, termasuk Plt Walikota Medan yang dulunya Wakilnya, Ahyar Nasution sudah menunggu di ruang sidang.

Akhyar yang mengenakan kemeja kotak-kotak merah duduk di barisan depan kursi tamu ruang sidang. Eldin masuk dan duduk di barisan ketiga. Akhyar menghampirinya dan mereka sempat bersalaman dan berbicara ringan. Eldin tak lagi mengenakan jaket oranyenya.

Isa Ansyari, sang terdakwa juga duduk paling depan. Dia juga menghampiri Eldin. Beberapa kali mereka berbincang sambil tersenyum.

Beberapa saat kemudian, Ketua Majelis Hakim, Abdul Aziz memasuki ruangan bersama dua hakim anggota lainnya. Palu diketok. Sidang dimulai. Nama Eldin dipanggil lebih dahulu, kemudian delapan saksi lainnya yang dihadirkan KPK untuk memberi keterangan. Mereka duduk berjejer menghadap majelis hakim.

Eldin juga diminta pertama kali oleh hakim untuk memberi keterangan. Dia ditanya seputar hubungannya dengan Isa. Termasuk aliran dana ratusan juta rupiah dari Isa kepada dirinya dan pelesiran mereka ke Jepang.

Eldin lebih banyak bungkam dalam sidang itu. Dia menjawab seadanya, dan jawaban yang paling banyak keluar adalah tidak tahu atau bahkan lupa. Eldin hanya mengakui bahwa dana untuk pelerisan ke Jepang itu mendapat disposisi darinya, selaku Walikota Medan.

Di tengah persidangan, Akhyar meninggalkan ruang sidang. Dia nyaris terlibat keributan dengan wartawan di luar gedung PN Medan. Akhyar berang saat ditanya mengenai dirinya yang menghadiri sidang pada saat jam kerja.

Usai sidang, Eldin bungkam kepada wartawan. Dia sama sekali tak menjawab satu pertanyaan pun yang diajukan. Dia berlalu dengan senyuman dan tampak tenang. Polisi dan sekuriti berjejer di depannya.

Jaksa Penuntut KPK, Muhammad Wira Sajaya mengatakan, para saksi tersebut dihadirkan untuk menggali fakta-fakta dalam memperjelas kasus ini.

“Ini untuk menggali fakta saja. Langkah selanjutnya nanti kami akan bicarakan bersama tim,” katanya.

Adapun perkara ini bermula pada 6 Februari 2019 saat Isa diangkat dan dilantik menjadi Kepala Dinas PU. Dia pun mengelola anggaran fisik senilai sekira Rp420 miliar.

Dalam mengelola anggaran Dinas PU itu, sejak Maret 2019 terdakwa mulai mendapatkan pemasukan uang di luar penghasilan yang sah. Agar dianggap loyal kepada wali kota, Isa kemudian ikut membiayai kegiatan operasional Dzulmi Eldin menggunakan uang yang diperolehnya itu.

Pada Maret 2019, Samsul yang merupakan orang kepercayaan Dzulmi Eldin menemui Isa di Hotel Aston Medan. Dia meminta bantuan uang kepada terdakwa, apabila sewaktu-waktu ada kebutuhan biaya operasional Wali Kota Medan yang tidak ditanggung APBD (dana nonbudgeter). Sebagai bentuk loyalitas, Isa meyanggupinya.

Samsul kemudian menyampaikan kebutuhan operasional Wali Kota Medan. Terkait itu, Isa menyerahkan uang masing-masing Rp 20 juta untuk Dzulmi Eldin, pada Maret, April, Mei, dan Juni 2019.

Isa juga menyanggupi untuk membantu menutupi kebutuhan dana operasional Dzulmi Eldin yang akan menghadiri undangan acara perayaan ulang tahun ke-30 “Program Sister City” antara kota Medan dengan Kota Ichikawa, di Jepang. Rombongan dari Medan berkunjung ke Negeri Sakura pada tanggal 15-18 Juli 2019.

Rombongan yang berangkat terdiri dari, Dzulmi Eldin, Rita Maharani, Samsul Fitri, Andika Suhartono, Fitra Azmayanti Nasution, Musaddad, Iswar Lubis, Suherman, T Edriansyah Rendy, Rania Kamila, Hafni Hanum, Tandeanus, Vincent, dan Amanda Syaputra Batubara. Keberangkatan mereka difasilitasi Erni Tour & Travel, Jalan Brigjen Katamso.

Pada Juni 2019, Samsul melakukan penghitungan kebutuhan dana akomodasi kunjungan ke Jepang itu. Angkanya Rp1,5 miliar, sedangkan alokasi APBD Kota Medan hanya Rp500 juta. Padahal pihak travel saat itu sudah meminta uang muka sebesar Rp800 juta.

Samsul kemudian melaporkan masalah itu kepada Dzulmi Eldin. Orang nomor satu di Pemko Medan itu memerintahkannya untuk meminta bantuan dana kepada Iswar S (Kepala Dinas Perhubungan) dan Suherman (Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah Kota Medan), sebagai Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang ikut dalam rombongan ke Jepang.

Selain itu, dia juga diperintahkan memintanya kepada Isa. Setelah mendapat perintah, pada awal Juli 2019, Samsul bersama stafnya Andika Suhartono, menemui Isa di ruang kerjanya. Dia menyampaikan kebutuhan dana operasional Walikota Medan untuk kunjungan ke Jepang sebesar Rp 200 juta. Terdakwa menyanggupinya.

Keesokan harinya, Isa menyerahkan Rp200 juta kepada Andika untuk diberikan kepada Dzulmi Eldin. Penyerahan uang dilakukan di rumahnya di Jalan STM Gang Persatuan Nomor 25, Sitirejo, Medan Amplas.

Andika kemudian menukarkan uang itu menjadi mata uang Yen di Money Changer Gembira. Selanjutnya uang diserahkan kepada Samsul di ruang kerjanya pada 14 Juli 2019.

Penyerahan uang dalam bentuk Yen itu pun dilaporkan kepada Dzulmi Eldin di rumah dinasnya. Dilaporkan pula uang yang diberikan kepala OPD lainnya berjumlah sebesar Rp800 juta. Dzulmi Eldin meminta Samsul untuk menyimpan dan mempergunakannya selama kunjungan di Jepang.

Setelah pelaksanaan kunjungan ke Jepang selesai, sekitar bulan Oktober 2019, Dzulmi Eldin dan Samsul mendapat informasi dari Tandeanus selaku pemilik Erni Tour & Travel bahwa mereka masih berutang Rp900 juta.

Atas informasi itu, Dzulmi Eldin memerintahkan Samsul meminta tambahan dana kepada Iswar Lubis dan Suherman serta Kepala OPD lainnya, termasuk Isa.

Rinciannya, Suherman diminta Rp200 juta, Iswar Lubis Rp200 juta, Isa Rp250 juta, dan Benny Iskandar (Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Penataan Ruang Rp250 juta, Johan (Sekretaris Dinas Pendidikan) Rp100 juta, dan Edwin Effendi (Kepala Dinas Kesehatan) Rp100 juta.

Selasa (15/10/19), sesuai permintaan, Isa mentransfer Rp200 juta melalui rekening Bank BCA milik Mahyudi yang merupakan ayah kandung M Aidil Putra Pratama (ajudan Eldin). Samsul kemudian memerintahkan agar Aidil menarik tunai itu dan menyerahkannya kepada SultaB Sholahuddin untuk disimpan dalam brankas protokoler, sebagai dana nonbudgeter operasional Walikota, di Kantor Pemerintah Kota Medan.

Di hari yang sama, sekitar pukul 15.50 WIB, Isa dihubungi Andika Suhartono menanyakan kekurangan Rp50 juta. Dia kemudian meminta Andika untuk datang ke rumahnya untul mengambil kekurangan uang itu.

Andika datang ke rumah Isa pada pukul 20.30 WIB. Dia mengendarai mobil Avanza silver BK 102 BL. Terdakwa menyerahkan kekurangan uang sebesar Rp50 juta kepadanya. Beberapa waktu kemudian Terdakwa Dzulmi Eldin dan Samsul Fitri ditangkap oleh petugas KPK untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Persidangan ini merupakan buntut dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap Wali Medan T Dzulmi Eldin dkk, Selasa (15/10/19) hingga Rabu (16/10/19) dinihari. Dzulmi Eldin, Isa Anyari dan Samsul dijadikan sebagai tersangka.

Reporter: Daniel Pekuwali
Editor: luhut Simanjuntak

Related Articles

Latest Articles