20.8 C
New York
Wednesday, July 3, 2024

Psikolog Dinas P3APMP2KB Medan Tanggapi Trend Sayat Tangan Dijuluki Ngebarcode

Medan, MISTAR.ID

Trend sayat tangan sendiri mulai ramai diperbincangkan dan dikenal dengan sebutan ‘Ngebarcode’.

Fenomena ini dilakukan kalangan pelajar dari tingkat dasar hingga lanjutan atas. Trend tersebut merupakan metode melukai diri sendiri, dengan menyayat-nyayat tangan hingga berbentuk garis-garis seperti barcode.

Pada dasarnya mereka melakukan aksinya itu karena mengikuti trend di Tiktok, atau sebagai bentuk pelampiasan atas masalah yang tengah dihadapi.

Baca juga: Fenomena Sayat Lengan Mulai Diikuti Pelajar di Siantar, Begini Inisiatif Disdik

Psikolog dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pemberdayaan Masyarakat, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3APMP2KB) Kota Medan, Ike Astuti Dany Rosani menanggapi hal tersebut. Menurutnya, fenomena ini tidak boleh dipandang sepele, karena dapat memicu ide bunuh diri.

“Jadi kalau memang sudah ditemukan ngebarcode itu perlu dilakukan penanganan pendekatan,” katanya kepada mistar.id, Rabu (18/10/23).

Dia juga mengatakan, alasan anak-anak tersebut melakukan barcode, karena melihat perihal yang lagi trend.

Baca juga: Pemulihan Sektor Keuangan di Sumatera Utara Tunjukkan Trend Positif

“Namun melihat trend itu kan melukai, pada hakikatnya orang gak mau melukai diri sendiri, secara psikologis itu terjadi dalam kondisi tertekan. Ada masalah yang dia tidak tahu cara menyelesaikannya, dia akan melihat dan meniru,” jelasnya.

Ike Astuti juga pernah menangani kasus barcode tersebut. Dikatakan, hal itu dapat membuat si pelaku merasa lega jika memegang barcodenya.

Ada anak yang mungkin sedang dalam kondisi tertekan, bingung, tidak tahu ingin berbicara kepada siapa. Sehingga yang dia tahu adalah ngebarcode apalagi sedang trend.

Baca juga: Korban PHK, OB Gorok Leher dan Sayat Tangan Sendiri

“Ada loh anak yang menikmati itu, jadi ketika marah dia pegang tangannya dan merasa puas. Kita merasa aneh, merasa kan itu sakit, sama dia juga merasakan sakit tapi itulah bentuk perasaannya,” jelasnya lagi.

Dengan begitu peran dan fungsi keluarga khususnya orang tua sangatlah penting bagi anak yang tengah menjalani masa pubertas.  “Untuk membackup mereka ketika sedih dan galau, ada tempat bercerita,” ujar Ike Astuti.

Terkadang orang tua menuntut anak untuk bersikap dewasa, namun tidak pada masanya. Alhasil anak akan merasa tertekan dengan kondisi tersebut. Untuk itu, peran orang tua harus berdampingan dengan anak. (dinda/hm16)

 

 

Related Articles

Latest Articles