Medan, MISTAR.ID
Para remaja dan siswa sekolahan kerap terlibat tawuran hingga geng motor (gemot) di Kota Medan dan sekitarnya akhir-akhir ini.
Melihat fenomena ini Pengamat Sosial, Bakhrul Khair Amal mengatakan para remaja yang terlibat dinilai sudah memiliki jiwa solidaritas sesama teman sehingga muncul kelompok-kelompok dikalangannya.
“Ya banyaknya fenomena tawuran dan geng motor saat ini di Kota Medan khususnya lagi banyak dari mereka yang masih di bawah umur atau anak sekolahan, remaja. Kedua, mereka telah membangun solidaritas gerbong-gerbong (geng) dia, ini perlu diperhatikan,” ujarnya kepada mistar.id, Selasa (29/10/24) siang.
Menurutnya, para remaja yang telibat memiliki waktu luang yang tidak dapat diarahkan ke hal positif. Sehingga, terjerumus ke hal negatif seperti tawuran dan geng motor.
Baca juga: Polisi Gerebek Sarang Geng Motor Medan, Puluhan Sajam Diamankan
“Mereka ini adalah anak-anak atau remaja yang memiliki waktu luang lebih, dan waktu luangnya itu jatuh pada kejahatan kolektif. Jadi persoalan yang muncul itu harus disegerakan kita mau menyelesaikannya dengan perspektif apa. Apakah perspektif orang tua, kenakalan remaja, atau pembinaan,” ungkapnya.
Pria yang pernah menjadi Staf Ahli Kapoldasu tahun 2017 tersebut juga mengatakan hal tersebut harus melibatkan banyak pihak dalam penyelesaiannya. Namun, menurutnya didikan orang tua dan sekolah menjadi yang paling utama.
“Menyelesaikan ini harus banyak pihak, cara pandang kelurga, sekolah dan pemerintahan itu harus didialogkan. Masalah ini muncul bukan sekedar karena kenakalan remaja saja, campur tangan orangtua dalam mendidik anak juga ada, lingkungan juga mempengaruhi bahkan,” tuturnya.
Bakhrul mengatakan para remaja tersebut awalnya merupakan korban dari kegagalan orangtua yang gagal mendidikan dan mengarahkan.
Baca juga: Pelajar Dibacok di Deli Serdang, Polisi Kantongi Identitas Pelaku yang Diduga Geng Motor
“Kalau bahasa saya mereka ini bukan aktor, tapi justru korban sebenarnya. Anak-anak itu bisa jadi begitukan kegagalan pendidikan orang dewasa dalam mendidik anaknya. Jadi perlu pendampingan tentunya kepada anak dan remaja bahwa mereka telah melanggar hukum,” jelasnya.
“Jadi para remaja ini harusnya waktu luangnya bisa lebih diarahkan untuk belajar, diskusi dan kegiatan positif lainnya. Keprihatinan ini harus muncul dari orangtua dan sekolah lebih dulu,” sambung Tenaga Ahli Kesbangpol Provinsi Sumatera Utara (Sumut) tersebut.
Dirinya pun menyoroti regulasi yang harus dibuat oleh Pemerintah melalu sekolah dan pengawasan dari Aparat Penegak Hukum (APH) agar hal tersebut bisa diantisipasi.
“Sederhana saja seperti, mereka anak-anak sekolah ini dibatasi dalam mengendarai sepeda motor, dari segi umur kan mereka ini belum layak. SIM juga pasti mayoritas belum ada, nah disini sekolah dan orangtua harus mengetahui itu. Jadi penegak hukum juga berperan disini,” pungkasnya. (iqbal/hm20)