Wednesday, April 16, 2025
home_banner_first
MEDAN

Cepat Bangkit Polisiku, Ini Momentum Bersih-bersih

journalist-avatar-top
Sabtu, 22 Oktober 2022 14.29
cepat_bangkit_polisiku_ini_momentum_bersih_bersih

cepat bangkit polisiku ini momentum bersih bersih

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Rentetan tren minor terjadi di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) akhir-akhir ini. Sejumlah kasus besar mencuat ke publik, tak pelak membuat warga terbelalak. Rentetan kasus besar memang tengah menguak.

Peristiwa penembakan Duren Sawit Juli 2022 yang penuh dengan drama keadilan adalah kasus yang menyita perhatian publik, hingga menyeret mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo dan istrinya menjadi dalang penembakan sang ajudannya. Kasus ini bahkan merembet isu konsorsium  303 alias judi. Untuk menepis isu miring itu, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo pun langsung memerintahkan jajarannya untuk membersihkan seluruh praktik perjudian.

Belum lagi kasus itu selesai, Kapolda Sumbar Irjen Pol Teddy Minahasa yang dipromosikan menjadi Kapolda Jatim menggantikan Irjen Pol Nico Afinta, ketahuan menjual 5 Kg sabu hasil tangkapan.

Jika kita mundur ke belakang, tagline #percumalaporpolisi sempat mewarnai media sosial (medsos), sebagai reaksi masyarakat menuntut keadilan yang seadil-adilnya. Ada 3 kasus viral diperjelas kepada publik yang berkaitan dengan tagar #percumalaporpolisi tersebut.

Sebut saja kasus dugaan kekerasan ayah perkosa 3 anak di Luhu Timur, Sulawesi Selatan. Pada kasus ini, Polres Luhu Timur dianggap tidak memiliki perspektif perlindungan korban dan tidak profesional dalam melaksanakan pengusutan yang dilakukan.

Hal itu berkaitan dengan pemeriksaan anak yang dilakukan tanpa didampingi oleh orang tua, pendamping sosial lain, lalu hanya ada polisi ataupun anak saja. Itu menjadi fakta dalam berita acara yang tidak terungkap secara utuh.

Sebelum viralnya kasus tersebut, Polres Luhu Timur sudah memutuskan untuk menghentikan proses pengusutan perkara karena tidak ada hubungan janggal dari anak dengan ayah. Keputusan ini dianggap keliru, sekaligus menyesatkan karena pihak assement tidak memiliki kapasitas dalam menilai.

Kasus kedua #percumalaporpolisi adalah penganiayaan yang dialami pedagang sayur di Medan, justru ditetapkan sebagai tersangka. Ibu Gea (korban) saat itu didatangi preman yang meminta uang sebesar Rp500.000. Kemudian preman tersebut melakukan tindakan kekerasan dengan menghancurkan dagangan serta memukul, menendang dan memijak anak korban.

Kasus ketiga melengkapi tagar #percumalaporpolisi yakni kasus Ernawati yang dua tahun mencari keadilan setelah kakaknya meninggal usai ditangkap polisi. Hingga saat ini masih belum ada titik terang dari kepolisian atas kasus itu. Ernawati mengatakan, saat kakaknya ditangkap polisi, saksi mata melihat korban dicekik dan dijambak.

Saat kakaknya meninggal, ditemukan bekas benjolan di muka, lutut, dan tempat lainnya. Saat itu Ernawati tidak diperkenankan untuk melihat jasad kakaknya serta tidak diberikan pakaian terakhir yang dipakai korban.

Berangkat dari rentetan peristiwa dan fakta yang telah diungkap, sudah seharusnya polisi menjalankan tugas dengan benar. Dalam perspektif masyarakat, polisi yang baik saja tetap salah di mata mereka, apalagi yang salah (masyarakat kini tak lagi bodoh).

Banyak kasus-kasus kepolisian dianggap kurang tuntas dalam penyelidikan, serta belum berjalan sesuai prosedur. Selain itu, Polri dinilai masih belum menerapkan transparansi dalam mengungkap kasus ke publik. Banyak penyelewengan tugas di ruangan maupun di jalanan, ditambah tebang pilih yang condong pada jabatan maupun kekuasaan ketimbang rakyat jelata.

“Polri harus secepatnya melakukan evaluasi dan amanah dalam menegakkan keadilan bagi masyarakat Indonesia. Selain itu, pemerintah juga harus bertindak tegas atas penyelewengan yang dilakukan oleh pihak terkait jika dianggap tidak menjalankan tugas sesuai dengan tujuan,” ujar Kriminolog Dr Redyanto Sidi, Sabtu (22/10/22).

Baca juga:Anak Penjual Koran di Pematangsiantar Lulus Seleksi Bintara Polisi

Momentum Bersih-bersih

Dekan Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Abdul Halim meminta Kapolri menjadikan kasus Ferdy Sambo dan Teddy Minahasa sebagai momentum bersih-bersih institusi Kepolisian.

Menurutnya, inilah saat yang tepat bagi Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk mengangkat harkat dan nama baik Polri, jangan sampai masyarakat skeptis dengan kepemimpinan Kapolri.

“Jika bukan karena integritas yang tinggi dan kejujuran dari Polri, saya yakin kasus Sambo dan Teddy Minahasa berpeluang di petieskan (tidak dibicarakan) dan tidak akan diketahui masyarakat umum,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Menurut Abdul Halim, jika Kapolri tidak melakukan pembenahan serius dan menyeluruh sesegera mungkin, maka momentum ini akan lewat dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri akan semakin merosot.

“Lakukan pengawasan menyeluruh terkait rekrutmen polisi dan sistem kenaikan jabatan,” katanya.

Mantan wartawan tersebut mengusulkan harus ada uji publik dan keterlibatan masyarakat dalam menentukan calon pejabat Polri dan tentu memperhatikan track record, serta prestasi yang telah dicapai calon pejabat kepolisian yang akan dipromosikan pada jenjang yang lebih tinggi.

Menurut Halim, mekanisme dan sistem pengawasan baik internal dan eksternal di lingkungan kepolisian harus diawasi, sehingga lahir solidaritas internal, bukan solidaritas kelompok, apalagi solidaritas upeti.

“Beri ruang dan hak yang sama bagi seluruh polisi untuk mengembangkan kariernya,” pesannya.

Baca juga:Polisi di Asahan Relakan Mobil Pribadi jadi Ambulans

Berbagai tren minor yang terjadi di tubuh Polri, tak lantas membuat Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo diam. Kapolri mengeluarkan 7 larangan kemewahan bagi anggota Polri dan keluarga, sesuai : ST/30/X1/Hum.3.4/2019/01vpropam.

Para anggota Polri diminta :

1. Tidak menunjukkan, memakai, memamerkan barang-barang mewah dalam kehidupan sehari-hari baik dalam interaksi sosial di kedinasan maupun di area publik

2. Senantiasa menjaga diri, menempatkan diri pola hidup sederhana di lingkungan institusi Polri maupun kehidupan bermasyarakat

3. Tidak mengunggah foto atau video pada medsos yang menunjukkan gaya hidup yang hedonis karena dapat menimbulkan kecemburuan sosial

4. Menyesuaikan norma hukum, kepatutan, kepantasan, dengan kondisi lingkungan tempat tinggal

5. Menggunakan atribut Polri yang sesuai dengan pembagian untuk penyamarataan

6. Pimpinan kasatwil, perwira dapat memberikan contoh perilaku dan sikap yang baik, tidak memperlihatkan gaya hidup yang hedonis terutama Bhayangkari dan keluarga besar Polri

7. Dikenakan sanksi yang tegas bagi anggota Polri yang melanggar.

Seyogiyanya polisi adalah personil negara yang bertugas memelihara dan menjaga ketertiban dalam masyarakat. Kekuatan terbesar seorang anggota Polri bukanlah dari pangkat atau seragam yang dipakainya, akan tetapi dari tanggung jawab dan kebesaran hati dalam melaksanakan setiap tugas yang diembannya.

Cepat bangkit polisiku..!! (Syahrial/hm06)

 

 

REPORTER: