4.3 C
New York
Monday, January 13, 2025

PM Armenia Tuding Militer Berusaha Menggulingkannya

Yerevan, MISTAR.ID

Armenia kini di ambang pertikaian politik. Terbukti dengan tuduhan serius Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan yang menuding militer berusaha mengkudeta untuk menggulingkan dirinya. Dia pun mengajak seluruh pendukungnya untuk turun ke jalan, menyusul ketegangan yang dikarenakan kekalahan dari Azerbaijan dalam perang tahun lalu.

Sebelumnya, petinggi angkatan bersenjata menyerukan Pashinyan untuk mundur. Memunculkan perebutan kekuasaan di negara Kaukasus itu. Dalam tulisannya di Facebook, Pashinyan langsung mengecam pernyataan militer itu dan menganggapnya sebagai percobaan kudeta.

“Saya menganggap ucapan itu sebagai upaya kudeta dari Staf Jenderal, dan mengundang pendukung kami untuk ke Lapangan Republik sekarang,” ujar dia. Pashinyan juga memecat kepala staf jenderal Onik Gasparyan sebagai pihak yang mengeluarkan pernyataan tersebut.

Baca juga: PM Armenia Tolak Mundur, Oposisi Siap Mogok Nasional

Gasparyan merespons keputusan Pashinyan yang melengserkan wakil kepala staf militer, Tigran Khachatryan, pada Rabu (24/2/21). Khachatryan mengejek ucapan si PM Armenia bahwa rudal Iskander, yang dibeli dari Rusia, gagal mengenai target.

Insiden itu terjadi ketika tahun lalu Armenia terlibat perang dengan Azerbaijan memerebutkan daerah Nagorno-Karabakh. Dalam pernyataan staf jenderal, pemecatan Khachatryan menunjukkan bahwa Pashinyan hanya mengikuti ambisi dan kata hatinya saja.

“Pashinyan dan pemerintahannya tak bisa mengambil keputusan dengan baik,” ujar militer yang menganggap ucapan sang PM melecehkan mereka. Penghinaan nasional Ketegangan itu pun didengar Rusia, dengan juru bicara pemerintah Dmitry Peskov meminta semua pihak untuk tenang.

Pashinyan mendapat tekanan sejak menandatangani perjanjian damai yang dimediasi Rusia untuk menghentikan perang. Konflik di Nagorno-Karabakh pecah pada September 2020, di mana Azerbaijan yang disokong Turki meraih kemenangan.

Baca juga: Azerbaijan Sorak Kemenangan, Armenia Dilanda Demo

Gencatan senjata itu kedua kubu mengakhiri konflik selama enam pekan, yang menyebabkan sekitar 6.000 orang tewas. Imbasnya, Yerevan harus menyerahkan Nagorno-Karabakh yang dikuasai Azerbaijan, dengan pasukan Rusia datang untuk menjaga perdamaian.

Dilansir media, Kamis (25/2/21), perjanjian itu dianggap sebagai penghinaan nasional meski Pashinyan mengaku dia tak punya pilihan lain. Dampaknya, ribuan orang langsung menyerbu kantor pemerintah pada malam sejak penandatanganan perjanjian tersebut.

Pashinyan sendiri menolak desakan dari berbagai kelompok untuk mengundurkan diri maupun menggelar pemilu dini. Mantan editor koran berusia 45 tahun itu menjadi PM Armenia pada 2018, dan awalnya sempat menumbuhkan optimisme. Tetapi, caranya menangani konflik membuat oposisi mengritik deras, termasuk dari Presiden Serzh Sarkisian. (kompas/hm09)

Related Articles

Latest Articles