Washington, MISTAR.ID
Donald Trump dinyatakan sebagai pemenang dalam pemilihan presiden Amerika Serikat, mengalahkan Kamala Harris dengan perolehan 50,9 persen atau 72 juta suara popular vote, serta meraih 295 suara elektoral. Kemenangan ini diumumkan sejumlah media, termasuk New York Times.
Dilansir dari CNN, kemenangan Trump ini menjadi sorotan tajam karena statusnya sebagai terdakwa dalam beberapa kasus hukum yang melibatkan upaya membatalkan hasil pemilu, pembayaran uang tutup mulut, dan penyembunyian dokumen rahasia negara.
Trump saat ini menghadapi beberapa dakwaan, termasuk upaya membatalkan hasil pemilu 2020 di Georgia, serta kasus uang tutup mulut kepada bintang porno Stormy Daniels yang sedang disidangkan di New York.
Pada 26 November, hakim Juan Merchan dijadwalkan akan menjatuhkan putusan atas 34 dakwaan pemalsuan catatan bisnis terkait kasus tersebut. Merchan memiliki opsi untuk menghapus dakwaan atau menjatuhkan vonis, yang jika dijatuhkan, bisa berupa hukuman ringan hingga hukuman penjara hingga empat tahun.
Baca juga:Â Donald Trump Menangkan Pilpres AS 2024
Pada 2023, Penasihat Khusus Jack Smith mengajukan kasus federal terhadap Trump, menuduhnya melakukan upaya untuk membatalkan hasil pemilu 2020. Smith juga mengajukan kasus di Florida terkait dugaan pengambilan dokumen rahasia dari Gedung Putih.
Namun, hakim di Florida menolak kasus tersebut. Trump berencana untuk memecat Smith jika terpilih kembali sebagai presiden, yang bisa berimplikasi pada berakhirnya kedua kasus tersebut.
Kasus upaya membatalkan hasil pemilu 2020 di Georgia yang dipimpin Jaksa Fulton County, Fany Willis, sementara waktu ditunda. Willis mungkin didiskualifikasi dari kasus ini karena hubungan pribadinya dengan jaksa lain. Apabila Willis digantikan dan tak ada jaksa lain yang bersedia melanjutkan kasus, maka proses hukum ini bisa berakhir tanpa vonis.
Baca juga:Â Ucapkan Selamat kepada Donald Trump, Jokowi Harapkan Perdamaian Dunia
Trump juga menghadapi tuntutan perdata yang diajukan oleh anggota parlemen Demokrat terkait dugaan perannya dalam serangan 6 Januari di Capitol. Berdasarkan putusan Mahkamah Agung tahun 1997, seorang presiden yang menjabat tidak dapat menggunakan kekebalan presiden untuk menghindari tuntutan perdata.
Tuntutan ini kemungkinan akan terus berlanjut bahkan jika Trump menjalani masa jabatan kedua di Gedung Putih.
Jika Trump kembali menduduki jabatan presiden, tim hukumnya berpotensi mengajukan banding terhadap keputusan pengadilan yang tidak mengakui kekebalan presiden dalam kasus-kasus pidana dan perdata.
Proses banding ini bisa memakan waktu bertahun-tahun dan bisa sampai ke Mahkamah Agung, yang berpotensi menunda atau mengakhiri sebagian besar kasus hukum yang sedang dihadapi Trump.
Kemenangan Trump yang kontroversial ini membuka babak baru dalam ranah hukum dan politik Amerika, mengingat kasus-kasus ini kemungkinan besar akan memengaruhi masa jabatan Trump jika semua dakwaan tidak dihentikan secara resmi. (cnn/hm25)