“Jika mereka harus membersihkan, itu tidak berarti mereka akan mengusir orang miskin. Jika orang miskin terlihat begitu buruk, mereka bisa membuat sesuatu yang bagus, seperti tirai atau selimut agar orang miskin tidak terlihat,” kata Devi kepada Reuters.
Ketika bulldozer pergi usai merubuhkan rumah mereka menjadi puing-puing, Kumar dan istrinya mulai mengatur barang-barang mereka yang berserakan di pinggir jalan.
Setelah itu, mereka menumpuknya ke dalam sebuah becak roda tiga yang mengangkut mereka ke tempat tinggal barunya— sebuah kamar tunggal berjarak 10 km dari sana, yang mereka bayar sewa bulanan sebesar 2.500 rupee.
Baca Juga:Â Anggaran Pilkada di KPU dan Bawaslu Simalungun Belum Final, Kesbangpol: Besok Kita Bahas Lagi
Sementara itu, anak perempuan mereka dengan hati-hati mengangkat gaun berwarna peach yang sudah dilemparkan ke tanah, bersama dengan segala yang dimiliki orangtuanya, dan membersihkannya.
Dua bulan kemudian, tepatnya Agustus, keluarga ini kembali ke bagian Janta Camp yang masih utuh dari penggusuran, dengan membayar sewa lebih tinggi sebesar 3.500 rupee untuk sebuah kamar.
“Sulit bagi anak-anak saya untuk pergi ke sekolah setiap hari dari tempat tinggal kami sebelumnya. Saya ingin mereka belajar dan sukses, kami kembali demi anak-anak mereka,” kata Kumar. (Mtr/hm22)