9.6 C
New York
Sunday, May 5, 2024

Ditembak Aparat, Enam Pendemo Myanmar Tewas

Naypyitaw, MISTAR.ID

Unjuk rasa berdarah yang terjadi di Myanmar pada Minggu (28/2/21) saat pengunjuk rasa anti kudeta turun ke jalan dan bentrok dengan aparat keamanan mengakibatkan enam orang tewas. Petugas penyelamat, menurut laporan media, mengatakan bahwa tiga pria telah ditembak mati di kota Dawei selatan, sementara dua remaja lainnya tewas di Kota Bago.

“Sedangkan orang keenam tewas di Yangon,” kata seorang anggota parlemen dari pemerintah sipil yang digulingkan Myanmar dalam sebuah unggahan di Facebook. Gelombang unjuk rasa besar-besaran terjadi sejak 1 Februari 2021. Aksi ini diikuti kampanye pembangkangan sipil sehingga mendorong pegawai negeri mengundurkan diri.

Menurut Assistance Association Political Prisoners (AAPP) lebih dari 850 orang ditangkap atau dijatuhi hukuman. Namun tindakan keras di akhir pekan ini mampu meningkatkan jumlah korban penangkapan secara drastis. Surat kabar negara melaporkan 479 penangkapan terjadi pada Sabtu (27/2/21) saja.

Baca juga: Lagi, Seorang Pendemo Kudeta Myanmar Dikabarkan Tewas

Di sisi lain, Suu Kyi tidak terlihat di depan umum. Ia ditahan selama penggerebekan dini hari di ibu kota Paypyidaw saat kudeta diluncurkan. Ia bakal menghadapi persidangan pada Senin (1/3/21) dengan tuduhan tidak jelas atas kepemilikan walkie-talkie yang tidak terdaftar juga pelanggaran aturan pembatasan pada pertemuan publik selama pandemi.

Namun sang pengacara, Khin Maung Zaw, menuturkan dirinya masih belum bisa menemui Suu Kyi. “Sebagai pengacara saya menaruh kepercayaan saya di pengadilan dan pengadilan yang adil. Tapi dalam periode waktu ini apapun bisa terjadi,” ujarnya.

Bentrokan Paling Berdarah

Polisi Myanmar menembak mati sedikitnya dua pengunjuk rasa dan melukai beberapa lainnya. Unjuk rasa kali ini menjadi salah satu yang paling berdarah sejak militer merebut kekuasaan pada 1 Februari.

Demonstrasi menentang kudeta militer, yang menggulingkan pemerintah yang dipilih secara demokratis dari pemimpin sipil Aung San Suu Kyi, kini telah memasuki minggu keempat. Pasukan keamanan pun mulai melakukan tindakan keras terhadap pengunjuk rasa di kota-kota di seluruh negeri.

Baca juga: Abaikan Pengadilan, Malaysia Deportasi Ribuan Warga Myanmar

Di kota terbesar, Yangon, seorang pengunjuk rasa ditembak mati ketika polisi menembaki para pengunjuk rasa, menurut media mengutip seorang dokter rumah sakit. Dokter, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, mengatakan pengunjuk rasa dibawa ke rumah sakit dengan luka peluru di dada.

Outlet media lokal Mizzima juga melaporkan kematian di kotapraja Thingangyun Yangon ini. Di bagian selatan negara itu, satu orang tewas dan lebih dari selusin luka-luka ketika polisi menembaki pengunjuk rasa di kota Dawei, menurut outlet media Dawei Watch.

Politisi lokal Kyaw Min Htike membenarkan tindakan polisi yang telah menembak para pengunjuk rasa di Dawei. Sementara polisi dan juru bicara dewan militer yang berkuasa tidak menanggapi panggilan telepon untuk meminta komentar. Sejumlah video yang diunggah ke media sosial juga mendokumentasikan peningkatan konfrontasi antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan.

Dalam cuplikan dari distrik Hledan di Yangon, tembakan terdengar. Media lokal melaporkan sedikitnya lima orang terluka dalam bentrokan itu. Tembakan juga dapat didengar dalam siaran langsung yang diunggah di media sosial oleh media lokal dari kota Tamwe Yangon, di mana kerumunan pengunjuk rasa terlihat melarikan diri dari polisi.

Setidaknya lima pelajar ditangkap pada protes di tempat lain di pusat Kota Yangon pada Minggu (28/2/21). Unjuk rasa kali ini menjadi hari kedua eskalasi penggunaan kekerasan dilakukan militer terhadap pengunjuk rasa anti-kudeta. Ratusan orang dilaporkan telah ditahan, termasuk wartawan.

Baca juga: Lagi, Dua Jenderal Myanmar Disanksi Amerika Serikat

Di kota-kota dan kota besar di seluruh Myanmar pada Sabtu (27/2/21), pasukan keamanan menembakkan gas air mata, peluru karet, meriam air dan menembakkan senjata mereka ke udara untuk membubarkan pengunjuk rasa. Sejak kudeta, setidaknya lima demonstran dan satu petugas polisi telah tewas, menurut media.

Kelompok aktivis Asosiasi Pembantu Narapidana Politik (AAPP) mengatakan telah mendokumentasikan 854 orang yang telah ditangkap, didakwa, atau dihukum sejak kudeta 1 Februari hingga Sabtu (27/2/21). Jumlah itu belum termasuk “ratusan orang” yang ditangkap di Yangon dan tempat lain pada Sabtu (27/2/21).

Duta Besar PBB menentang militer Bentrokan itu terjadi sehari setelah junta militer yang berkuasa memecat duta besar PBB negara itu, karena mengajukan permohonan yang berapi-api kepada Majelis Umum PBB untuk tindakan internasional membantu membatalkan kudeta.

Pada Sabtu (27/2/21), televisi negara mengumumkan pencopotan duta besar PBB Kyaw Moe Tun. Pasalnya dia dituding telah “menyalahgunakan kekuasaan dan tanggung jawab seorang duta besar tetap” dan bahwa dia “mengkhianati negara.”

Berbicara kepada media setelah pemecatannya, Kyaw Moe Tun mengatakan dia “memutuskan untuk melawan selama saya bisa.” Berpidato di majelis di New York pada Jumat (26/2/21), Kyaw Moe Tun menentang penguasa militer yang sekarang menguasai negaranya. Dia pun mendesak Dewan Keamanan PBB dan dunia menggunakan “segala cara yang diperlukan” untuk menyelamatkan rakyat Myanmar dan meminta pertanggungjawaban militer.

“Kami membutuhkan tindakan sekuat mungkin lebih lanjut dari komunitas internasional untuk segera mengakhiri kudeta militer, untuk berhenti menindas orang-orang yang tidak bersalah, untuk mengembalikan kekuasaan negara kepada rakyat dan memulihkan demokrasi,” katanya.

Kyaw Moe Tun mengatakan pidato yang disampaikannya atas nama pemerintah Suu Kyi, yang menang telak dalam pemilihan 8 November. Suu Kyi kini telah ditahan bersama para pemimpin pemerintah lainnya termasuk Presiden Win Myint. (cnn/kompas/hm09)

Related Articles

Latest Articles