15.2 C
New York
Thursday, May 16, 2024

Tak Ditanggapi, Pendemo Nekat Panjat Pagar Kantor Kejatisu

Medan, MISTAR.ID

Puluhan pendemo dari aliansi mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Mahasiswa Sumatera Utara (GPM Sumut) dan Gerakan Aktivis Mahasiswa Padang Lawas Utara (GAM Paluta) kesal dengan pihak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) yang tidak menanggapi kedatangan mereka untuk mempertanyakan sejumlah penanganan dugaan korupsi di Dinas Perkim Kabupaten Paluta.

Semula para pendemo di bawah koordinator aksi Siddik Siregar dan Hasbiyal Mulki berjalan damai, akan tetapi setelah satu jam mereka berunjukrasa namun tak satu pun pejabat Kejatisu menerima aksi mereka.

Alhasil salah seorang pendemo nekat memanjat pagar kantor Kejatisu yang berada di Jalan AH Nasution, Medan, Senin (16/3/20). Meski aksi tersebut sudah dilarang petugas Keamanan Dalam (Kamdal) Kejatisu maupun aparat kepolisian yang sedang berjaga-jaga di depan gerbang.

Dengan toa pria tersebut beberapa menit melakukan orasi namun terpaksa dicegah beberapa petugas Kamdal Kejatisu karena berusaha menerobos ke ruang lobi kantor adiyaksa itu.

Melihat aksi nekat seorang pendemo, Kapolsek Delitua Kompol Zulkifli Harahap dengan tegas meminta para mahasiswa meninggalkan lokasi. Menurut pihak kepolisian, aksi itu sudah semakin tidak bisa ditolerir.

“Saya ingatkan kalian agar tidak bertindak sesuka hati ya, kalian bebas menyampaikan aspirasi kalian tapi ingat batasannya. Sudah berapa jam kalian orasi di sini, jangan buat suasana memanas,” tegas Kapolsek melalui alat pengeras suara.

Mendengar ancaman tersebut, massa aksi unjuk rasa yang semula sempat terlibat adu argumen dengan personil kepolisian pun akhirnya secara teratur meninggalkan lokasi demo.

Sebelumnya dalam aksi tersebut, Koordinator Aksi, Siddik Siregar di sela-sela demo menguraikan, pada 2019 Pemkab Paluta membutuhkan lahan untuk kebutuhan Pemkab, dan Dinas Perkim Paluta sebagai ‘eksekutornya’.

Lahan yang dibeli berlokasi di Desa Batang Baruar Jae, Kecamatan Padangbolak seluas 4 Ha. Sementara pantauan massa demonstran NJOP ketika itu berkisar Rp150 juta hingga Rp300 juta per Ha.

“Namun Pemkab Paluta menggelontorkan dana Rp3,1 miliar untuk pembelian lahan 3,9 Ha. Seandainya pun dikalikan dengan harga tertinggi (NJOP), Pemkab hanya mengeluarkan dana hanya sebesar Rp1,2 miliar. Jadi ada dugaan mark-up di sana,” tegas Siregar.

Selain itu, imbuhnya, ada kesan kurang kehati-hatian dari Dinas Perkim Paluta membeli lahan dimaksud. Diduga kuat status kepemilikan lahan belum steril namun buru-buru dilakukan pembelian.

Maksud kedatangan mereka (sudah 10 kali demo ke Kejari Sumut, red) hanya ingin menanyakan ketegasan dari Kejatisu apakah kasusnya sudah dilimpahkan ke Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) atau belum. Sebab tim dari Kejati beberapa waktu lalu sudah suvey lokasi dan sejumlah pejabat terkait jual beli lahan termasuk pemilik lahan sudah dimintai keterangan.

Terpisah, Kasi Penkum Kejatisu Sumangar Siagian yang dikonfirmasi via sambungan WhatsApp (WA) mengatakan, kasus dimaksud masih di tahap Pengumpulan Bahan dan Keterangan (Pulbaket) alias tahapan penyelidikan tim Intelijen Kejati Sumut. “Belum ke tahapan penyidikan (dik),” pungkas Sumanggar.(hm02)

Reporter : Amsal
Editor : Herman

Related Articles

Latest Articles