23.7 C
New York
Friday, June 14, 2024

PTTUN Medan Kuatkan Gugatan Lilis Soal Tanah di Depan Taman Hewan Siantar

Pematangsiantar, MISTAR.ID

Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan menguatkan gugatan Lilis Suryani Daulay terkait objek sengketa tanah di depan Taman Hewan Kota Pematangsiantar, Jalan Gunung Simanuk-manuk Kelurahan Teladan Kecamatan Siantar Barat.

Atas putusan yang merupakan usaha kerja keras dalam proses hukum dengan hasil memuaskan itu, Lilis Suryani Daulay bersama tim kuasa hukumnya yakni, Netty Simbolon dan Rudi Malau menyampaikan rasa syukurnya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Hal itu disampaikan Rudi Malau, Senin (14/2/22), melalui rilis yang juga mengungkapkan putusan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN) Medan dalam nomor perkara NO: 34/G/2021/PTUN.MDN.

Merujuk putusan tingkat pertama dengan majelis hakim ketua Firdaus Muslim didampingi dua majelis hakim anggota yakni, Elwis Pardamean Sitio dan Yusuf Ngonggo, juga panitera pengganti Satryana Berutu serta juru sita pengganti Srimayang Madham.

Baca Juga:Sengketa Lahan di Atas Bangunan Disdukcapil, Ini Jawaban Kepala BPKAD Batu Bara

Dalam rapat pemusyawaratan majelis hakim PTUN Medan, Rabu 15 September 2021 itu, kata Rudi, menolak eksepsi tergugat I yakni pihak BPN dan tergugat II intervensi yakni Ng Sok Ai, untuk seluruhnya.

Lalu, mengabulkan gugatan Lilis selaku penggugat untuk seluruhnya. Bukan itu saja, kata Rudi, majelis hakim juga menyatakan batal surat keputusan yang diterbitkan Kepala Kantor Pertanahan Kota Pematangsiantar berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 49 Kampung Teladan tanggal 15-6-1976 Surat Ukur PLL/1975 Luas 1.500 M2 terakhir atas nama Ng Sok Ai, dan SHM Nomor 7 Desa Teladan tanggal 14 Maret 1988 Surat Ukur Sementara No.59/1988 tanggal 9-3-1988 luas 1.400 M2 terakhir atas nama Ng Sok Ai.

Masih kata Rudi, putusan PTUN itu juga mewajibkan tergugat untuk mencabut Surat Keputusan terkait SHM Nomor 49 dan SHM Nomor 7. Serta, menghukum tergugat I dan tergugat II intervensi secara tanggung renteng untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam sengketa ini sebesar Rp13.160.200.

Oleh tergugat/pembanding dari Kepala Kantor BPN Kota Pematangsiantar, berkedudukan di Jalan Dahlia Nomor 8 Kecamatan Siantar Barat, dalam perkara ini melalui kuasa hukum, dan Ng Sok Ai adalah tergugat II intervensi/pembanding juga melalui kuasanya, mengajukan banding ke PTTUN Medan.

Baca Juga:Sengketa Lahan di Perkebunan Sipare-pare, PT Emha dan BPN Tak Hadir RDP DPRD Batu Bara

Pada Senin (7/2/22) lalu, kata Rudi, pihaknya telah memperoleh salinan putusan dari PTTUN Medan Nomor 227/B/2021/PT.TUN-MDN. Majelis hakim PTTUN yang diketuai Herman Baeha menerima permohonan banding dari tergugat/pembanding dan tergugat II intervensi/pembanding.

Putusan PTTUN, kata Rudi, menguatkan putusan PTUN Medan Nomor: 34/G/2021/PTUN.MDN tanggal 20 September 2021 yang dimohonkan banding. Serta, menghukum tergugat/pembanding dan tergugat II intervensi/pembanding membayar biaya perkara pada 2 tingkat pengadilan, dan yang tingkat banding sebesar Rp250.000.

“Kami menganggap putusan tersebut sudah seadil-adilnya dan mencerminkan keadilan yang sesungguhnya buat klien kami, juga menerangkan bahwa benar hukum telah berpihak kepada yang benar. Kami juga berharap putusan demikian, kami dan klien dapatkan di tingkat selanjutnya, melalui doa dan harapan, Yang Maha Kuasa pasti akan memberikan yang terbaik buat hambaNya,” tuturnya.

Historis Lahan Sengketa

Melalui rilisnya, Rudi juga menerangkan historis dari lahan sengketa tersebut. Bahwa alm Hamzah Daulay gelar Mangaraja Tumating, pembuka Kampung Timbang Galung, kini Kelurahan Timbang Galung termasuk Kelurahan Teladan sebelum dimekarkan.

Baca Juga:Ketua Poktan Rukun Sari Ingin DPRD Desak PN Kisaran Eksekusi Putusan MA Kasus Sengketa Lahan

Alm Hamzah Daulay memiliki anak, alm Mansur Daulay dan menikah dengan Sulastri, ibu kandung dari Lilis Suryani Daulay, bahwa alm Soedjoeno menikah dengan istrinya alm Siti Kaminah, memiliki anak bernama Sulastri yang menikah dengan alm Mansur Daulay.

Alm Soedjoeno yang selanjutnya memilih tinggal di Jalan Gunung Simanuk-manuk, tepat di depan Taman Hewan Kota Pematangsiantar yang pada saat itu masih hamparan tanah kosong, selain rumah yang dibangun Belanda, termasuk sebagian Rumah Sakit Tentara.

Bahwa semasa hidupnya, sebelum meninggal tahun 1968, alm Soedjoeno bertugas sebagai polisi sejak zaman penjajahan Belanda, adalah orang pertama yang membuka Taman Hewan, salah satu bukti tangga-tangga yang berada di Taman Hewan adalah hasil kerajinan tangan alm Soedjono.

Bahwa, alm Soedjoeno juga dipercaya menjadi mandor besar di Taman Hewan, Pasar Horas dan Rumah Potong Hewan. Bahkan, pada saat Belanda masih menjajah, alm Soedjoeno yang kedapatan mencuci Bendera Merah Putih, mendapat hukuman oleh penjajah dan dimasukkan ke kandang harimau.

Baca Juga:Permohonan Sengketa Akhyar-Salman Resmi Teregistrasi di MK

Disebabkan alm Soedjoeno dapat menjinakkan semua hewan, oleh penjajah mempercayakannya dan tinggal di rumah yang berada di lahan hingga menjadi objek sengketa.

Sepeninggalan alm Soedjoeno, lahan yang menjadi objek sengketa turun-temurun dikuasai hingga saat ini menjadi tempat usaha keturunan dari alm Soedjoeno. Peralihan lahan, dari lahan untuk usaha pertanian, berjualan kelontong dan rumah makan, hingga usaha lainnya oleh keturunan dari alm Soedjoeno.

Bahwa pada bulan Maret tahun 2021, di lahan tersebut baru diketahui adanya muncul sertifikat yang diakui milik dari seseorang etnis Tionghoa, menjadi alasan dari keturunan alm Soedjoeno mengajukan gugatan ke PTUN Medan.

Dari 12 orang keturunan alm Soedjoeno, mengkuasakan kepada saudari Lilis Suryani Daulay, untuk menempuh jalur hukum. Dilanjutkan memberi kuasa untuk menggugat Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang menerbitkan sertifikat di lahan objek sengketa melalui tim kuasa hukumnya, Netty Simbolon, Rudi Malau dan Jamaden Purba.

Baca Juga:Lahan Seluas 107 Hektar Diklaim BPODT, Ratusan Warga Motung Demo

Bahwa perlu kami sampaikan, sebelum bulan Maret 2021, segala surat menyurat dianggap tidak sah telah membuat pernyataan pencabutan, disebabkan bukan keputusan dari seluruh keturunan dari alm Soedjoeno, melainkan petusan dari perseorangan. Pasalnya, baru sejak mulai pengajuan gugatan seluruh keturunan baru memutuskan siapa yang diberikan kuasa.

Bahwa selama ini banyaknya serangan orang pribadi terhadap Lilis Suryani Daulay terkait lahan yang menjadi objek sengketa, tidak mendapat tanggapan karena sebagai warga negara taat hukum di negara hukum, lebih memilih proses hukum dahulu membuktikan kebenarannya.

Oleh tindakan-tindakan perseorangan itu pun, kami melalui kuasa hukum juga telah membuat laporan ke pihak penegak hukum dan sepenuhnya menyerahkan proses hukum kepada pihak kepolisian.

Bahwa dampak dari serangan pribadi dengan menyebutkan klien kami atas nama Lilis Suryani Daulay dengan tuduhan mafia tanah, penyerobot atau penggarap adalah salah besar dan tidak tepat sasaran.

baca Juga:BPI Perjuangkan  Lahan Warga Desa Perupuk yang Diklaim  Sebagai Kawasan Hutan

Faktanya, Lilis Suryani Daulay adalah korban dugaan mafia sertifikat. Untuk hal ini juga akan kami tempat jalur hukum dan membuat laporan resmi ke kepolisian.

Bahwa sebagai pertimbangan hukum tim kuasa hukum hingga pengajuan gugatan ke PTUN, kami mempelajari terlebih dahulu dan mencium indikasi dugaan Mafia Sertifikat dengan fakta dilapangan di antaranya:

• Batas- batas tanah tidak sesuai di sertifikat dengan fakta letak tanah di lapangan, semakin memperjelas ketika dilakukan Sidang Lapangan, Tergugat Intervensi salah menunjukkan batas tanahnya.

• Adanya 2 sertifikat dalam 1 objek tanah.

• Pembubuhan tanda tangan pada 2 sertifikat yang diterbitkan oleh pejabat terkait.

Baca Juga:Sengketa Gedung Warenhuis, Pemko Medan Ajukan Banding

• Tidak pernah diketahui ibu Lilis Suryani Daulay dan pihak keluarganya telah adanya sertifikat di tanah objek perkara, sementara selamanya ini dikuasai oleh keturunan alm Soedjoeno.

• Ditambah saksi- saksi menyatakan bahwa lahan tersebut dikuasi alm Soedjoeno semasa hidupnya.

• Bahkan yang menjadi kekuatan dalam bukti surat tahun 1968 ditandatangani langsung alm Soedjoeno, bahwa lahan dikuasai sejak tahun 1947, bahkan bukti surat lainnya dibubuhi materai Rp25 dan Rp35.

• Bahwa sebagai kuasa hukum dan untuk kepentingan klien kami, mengharapkan bagi siapa pun terkait lahan objek sengketa atau pun tidak, untuk tidak menyatakan prihal yang mendapat mendeskeditkan klien kami secara pribadi. Sebagai warga Negara Indonesia yang baik, kita hormati segala proses yang kini telah ditangan pihak berwenang.(ferry/hm10)

Related Articles

Latest Articles