16 C
New York
Saturday, May 4, 2024

Pengusaha Gerah Atas Tuduhan Anti Dumping Pada Ekspor RI

Jakarta, MISTAR.ID
Dalam periode Januari-Mei 2020, Indonesia memperoleh 16 tuduhan anti dumping dan pengenaan safeguard dari 9 negara yakni Amerika Serikat (AS), India, Ukraina, Vietnam, Turki, Uni Eropa (UE), Filipina, Australia, dan Mesir.
Produk-produk yang dikenakan tuduhan tersebut antara lain monosodium glutamat (MSG/mecin), baja, alumunium, produk kayu, benang tekstil, bahan kimia, matras kasur, dan produk otomotif.

Tuduhan yang diterima selama pandemi virus Corona (COVID-19) kali ini bisa berpotensi memecah rekor dibandingkan jumlah tuduhan yang biasa diterima Indonesia di tahun-tahun sebelumnya.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menilai tuduhan tersebut dalam jangka panjang bisa membuat kegiatan ekspor terganggu, bahkan terhenti.

Baca juga: Masa Pandemi, Omset Pengusaha Ekspor Ikan di Medan Anjlok 70%

“Dalam jangka panjang, kondisi ini akan backfire dan sangat-sangat menekan ekspor nasional hingga kita tidak lagi bisa berdagang atau mempenetrasi pasar global meskipun produk kita kompetitif,” ujar Shinta kepada detikcom, Rabu (17/6/20).

Bahkan, menurut Shinta pengenaan safeguard dari negara penuduh berpotensi melebar ke produk-produk lain.

“Efek samping tuduhan-tuduhan tersebut bisa saja melebar ke komoditas ekspor yang lain karena kebijakan safeguard cenderung menciptakan retaliasi proteksi dagang dari negara lain terhadap Indonesia,” kata Shinta.

Secara khusus, ia khawatir tuduhan anti dumping, pengenaan safeguard, atau tuduhan lainnya seperti anti subsidi bisa menghambat ekspor produk unggulan Indonesia seperti minyak kelapa sawit, kertas, karet, dan sebagainya.

“Bila dibiarkan, tuduhan dumping, subsidi bahkan tuduhan diskriminasi perdagangan akan banyak menghantam Indonesia atas komoditas-komoditas unggulan ekspor nasional seperti CPO, kertas, garmen, sepatu, otomotif, karet, dan lain-lain dari berbagai negara yang mengalami defisit perdagangan cukup signifikan dengan Indonesia seperti AS, UE, India atau negara yang memiliki kepentingan tertentu terhadap perdagangan seperti Australia atau New Zealand,” jelas dia.

Namun, menurut Shinta dalam jangka pendek tuduhan ini tak akan mengganggu ekspor secara nasional. Pasalnya, beberapa penyebab tuduhan ini ialah kebijakan stimulus ekspor yang memang diberlakukan sementara di tengan pandemi Corona. Menurut Shinta, stimulus ekspor untuk pengusaha ini pun telah diinformasikan kepada World Trade Organization (WTO) dan dihitung sebagai pengecualian selama pandemi Corona. Sehingga, stimulus ekspor yang diberikan ini bukanlah bentuk kecurangan ekspor Indonesia.

“Measures-measures perdagangan yang kita berlakukan yang sifatnya distortif terhadap perdagangan dan sudah dilaporkan ke WTO diperhitungkan sebagai exceptions atau pengecualian atas aturan perdagangan yg berlaku umum/normal di WTO dan bukan sebagai kecurangan perdagangan,” tegasnya.

“Singkatnya, bila kita mencabut aturan-aturan tersebut sesuai waktu yang kita tentukan dan informasikan kepada WTO, tuduhan-tuduhan perdagangan tidak akan datang ke Indonesia dan belum akan mengganggu kinerja ekspor nasional dalam jangka pendek,” lanjut Shinta. (detik/hm06)

Related Articles

Latest Articles