20.8 C
New York
Monday, June 10, 2024

RSUP Adam Malik Tangani 30 Kasus Difteri

Medan | MISTAR.ID – Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H Adam Malik di Kota Medan menangani 30 kasus difteri, infeksi bakteri yang menyerang selaput lendir dan tenggorokan serta mempengaruhi kulit, pada anak sepanjang 2017 sampai 2019.

“Difteri yang kita rawat 30 orang yang didiagnosa sebagai difteri. Angka 30 ini dari tahun 2017 sampai 2019 khusus yang anak-anak saja,” kata dokter spesialis anak sekaligus konsultan infeksi tropis RSUP Adam Malik, dr Ayodhia Pitaloka Pasaribu, di Medan, Jumat (6/12/19).

“Yang meninggal satu itu pun karena terlambat. Kalau pasiennya datang dengan cepat tentu bisa di tata laksana dengan bagus dan bisa pulang dengan sehat kembali,” katanya, pasien yang meninggal berusia lima tahun asal Kabupaten Simalungun.

Ia mengatakan, penyakit difteri termasuk penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi. “Harusnya penyakit ini sudah tidak ada lagi, kalau penyakitnya muncul berarti cakupan imunisasi tidak terlalu baik, berarti akan ada kasus-kasus yang lain,” katanya.

“Dan itu membereskannya tidak bisa satu dua tahun saja. Sebagai contoh, Rusia misalnya butuh 10 tahun, maka Indonesia butuh waktu yang cukup panjang,” ia menambahkan.

Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae, yang dapat menular melalui partikel di udara, benda pribadi, dan peralatan rumah tangga yang terkontaminasi, atau kontak dengan luka yang terinfeksi kuman difteri atau kontak fisik yang melibatkan air liur dengan pengidap penyakit difteri.

Gejala difteri akan muncul dua sampai lima hari sejak seseorang terinfeksi kuman penyebab difteri, antara lain berupa terbentuknya lapisan tipis berwarna abu-abu yang menutupi amandel dan tenggorokan; demam dan menggigil; nyeri tenggorokan dan suara serak; sulit bernapas atau napas yang cepat; dan pembengkakan kelenjar getah bening pada leher.

Selain itu, orang yang terinfeksi kuman difteri bisa mengalami lemas dan lelah; pilek yang awalnya cair, tetapi dapat sampai bercampur darah; batuk yang keras; gangguan penglihatan; dan tanda-tanda syok seperti kulit yang pucat dan dingin, berkeringat, dan jantung berdebar cepat.Penyakit ini sangat menular dan termasuk infeksi serius yang berpotensi mengancam jiwa.

“Harusnya penyakit ini sudah tidak ada lagi. Kalau penyakitnya munculberarti cakupan imunisasi tidak terlalu baik,” katanya.

Penanganan difteri, menurutnya tidak bisa dalam satu atau dua tahun. Dia mencontohkan, Rusia, membutuhkan waktu hingga 10 tahun. Indonesia, mungkin butuh waktu yang lebih panjang. “Jadi kita akan tetap punya kasus kalau cakupan imunisasinya tidak ditingkatkan,” katanya.

Ayodhia mengatakan, pihaknya tidak pernah kekurangan obat karena selalu berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi Sumut sehingga stok obar selalu tersedia. Pihaknya juga selalu ada evaluasi ketersediaan obat.

Kalau kurang, pihaknya akan meminta tambahan dari Dinas Kesehatan.
Difteri sendiri disebabkan oleh bakteri. Bukan virus, sehingga pilihan obatnya adalah antibiotik. Bakteri ini menurutnya sangat mudah men ular dan menimbulkan gejala dalam waktu cepat. “Bakteri itu ada di udara. Maka orang yang bisa kebal dari difteri itu adalah yang sudah punya proteksi dengan imunisasi,” katanya.

Imunisasi untuk difteri itu bisa dibeerikan saat anak berusia dua bulan dan empat bulan. Kemudian ada ulangan pada kelas 5 SD. Jika imunisasi beres, menurutnya, resiko terinfeksi difteri semakin minim.

Reporter: Daniel Pekuwali
Editor: Luhut Simanjuntak

Related Articles

Latest Articles