12.5 C
New York
Sunday, May 5, 2024

PH Wali Kota Medan Nonaktif Sampaikan Rasa Prihatin, Hakim PN Medan ‘Abaikan’ Hak Terdakwa

Medan, MISTAR.ID
Mahkamah Agung diminta untuk segera menyikapi masalah jalannya proses peradilan di Pengadilan Negeri Medan. Pasalnya, putusan yang sudah dibacakan tidak serta merta bisa diterima oleh para pihak untuk mengambil langkah hukum selanjutnya, apakah menerima atau banding terhadap putusan tersebut.

Kepada wartawan, Junaidi Matondang selaku penasehat hukum (PH) Wali Kota Medan Non Aktif Tengku Dzulmi Eldin melalui pesan WhatsApp, Jumat (19/6/20) mengatakan, hal tersebut harus menjadi perhatian dari pihak Mahkmah Agung karena menyangkut nasib si pencari keadilan itu sendiri.

“Bahkan, saat mendaftarkan banding atas putusan dugaan menerima suap dengan terdakwa Tengku Dzulmi Eldin pada, Rabu (17/6/20), kemarin pihaknya belum menerima salinan putusan. Dengan demikian, pihaknya belum dapat memastikan kapan akan menyerahkan memori banding yang menjadi alasan hukum kami dalam mengajukan banding,” tuturnya.

Padahal, bila mengacu pada Pasal 196 ayat 3 huruf b KUHAP memberikan stressing agar hakim sesegera mungkin memberikan salinan putusan agar secepatnya dipelajari oleh terdakwa dan penasehat hukumnya, guna kepentingan untuk menentukan sikap apakah terdakwa menerima atau menolak putusan hakim tersebut.

Baca Juga:Diperiksa 5 Jam Terkait Dana Covid-19, Kepala BPKAD Medan Irit Bicara

Tentunya, sambung Junaidi selaku penasehat hukum, sangat prihatin dengan sikap majelis hakim yang hingga batas waktu pengajuan banding masih saja mengabaikan hak terdakwa dan penasehat hukum untuk mendapatkan salinan putusan.

“Seharusnya, majelis sudah paham dan mengerti bahwa mendapatkan salinan putusan adalah merupakan hak seorang terdakwa, dan sebaliknya merupakan kewajiban majelis hakim agar terdakwa dan penasehat hukumnya mempunyai waktu yang relatif cukup untuk mempelajari putusan yang telah dibacakan,” ucapnya lagi.

Masih dalam penuturannya, bila seseorang terdakwa sudah mendapatkan salinan dan membaca isi putusan, maka ini menjadi acuan untuk mengajukan banding atau menerima putusan tersebut karena telah mempertimbangkan secara cermat dan matang.

Dengan tidak terpenuhinya hak terdakwa untuk segera mendapatkan salinan putusan majelis hakim tersebut, sama artinya bahwa majelis hakim yang bersangkutan telah melanggar undang-undang dan mengebiri hak terdakwa secara sewenang-wenang.

Ia juga menuturkan, jika alasannya masih diperlukan koreksi majelis hakim atas putusannya tersebut, lantas mengapa tidak ditunda saja hingga pada saat pembacaan putusan benar dan final, serta langsung bisa dibagikan kepada pihak terdakwa maupun penuntut untuk mengambil langkah hukum banding atau tidak.

Tentunya permasalahan ini harus ditanggapi serius dari pihak pengadilan tinggi selaku voorpost (perpanjangan tangan) Mahkamah Agung RI. Harapannya, kejadian seperti ini tidak terulang kembali dan benar-benar menjalankan undang-undang, dan bukan malah mengingkari amanat undang-undang secara sewenang-wenang.

Disebutkannya, keprihatinannya atas perilaku majelis hakim ini bukan keluhan terdakwa tetapi adalah kritik mereka selaku bagian dari catur wangsa dalam menjaga pengadilan dari hakim-hakim yang unprofesional conduct atau tidak berkualitas, khususnya Hakim Pengadilan Negeri Medan.

Diakhir konfirmasinya, ia juga menegaskan bahwa pengadilan adalah tempat suci dimana orang-orang berharap dimudahkan untuk mendapatkan sesuatu yang memang menjadi haknya, bahkan hak yang tidak secara nyata ada diberikan undang-undang, tetapi memang dibutuhlan dalam lalu lintas pergaulan di tengah-tengah masyarakat.

Perlu diketahui, Wali Kota Medan nonaktif Dzulmi Eldin (59) divonis 6 tahun penjara, denda Rp500juta subsider 4 bulan kurungan dan hak politiknya dicabut selama 4 tahun. Eldin bersama-sama Samsul Fitt, terbukti bersalah menerima suap secara berkala dan berkelanjutan dari para kepala OPD dan pejabat eselon II Pemko Medan.

Baca Juga:Wali Kota Medan Non Aktif Dzulmi Eldin Divonis 6 Tahun Penjara

Menurut majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan diketuai Abdul Azis dengan hakim anggota Ahmad Sayuti dan Ilyas Silalahi, Kamis (11/6/20), Eldin terbukti bersalah melanggar pasal 12 huruf-a UU No 31 Tahun 1999 dan perubahannya UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantan Tindak Pidana Korupsi.

Putusan majelis hakim lebih ringan dibanding tuntutan JPU KPK, yang menuntut terdakwa 7 tahun penjara, denda Rp500juta subsider 6 bulan kurungan dan hak politiknya dicabut selama 5 tahun. Disebutkan, pertengahan Juli 2018, dibutuhkan dana untuk kegiatan apeksi di Tarakan Kalimantan Utara, sejumlah Rp200 juta. Namun yang ditanggung APBD Pemko Medan tidak mencukupi, sehingga diminta bantuan para kadis.

Kemudian, memenuhi undangan acara Program Sister City di Kota Ichikawa Jepang Juli 2019. Dana yang dibutuhkan Rp1,5 miiiar, namun yang ditampung APBD Rp500juta. Total uang yang ditarik mencapai Rp2,1 miliar lebih.

Dzulmi Eldin terjaring OTT KPK, pada Selasa malam 15 Oktober 2019, saat OTT terjaring 7 orang, namun yang naik ke persidangan hanya 3 orang yakni, Dzulmi Eldin, Samsul Fitri divonis 4 tahun dan Isa Ansari divonis 2 tahun penjara.(amsal/hm10)

Related Articles

Latest Articles