Baca Juga :Â Manusia Silver Beraksi di Lampu Merah Perempatan Jalan Kota Siantar
Manusia silver
Tono bukan nama sesungguhnya, anak laki-laki yang masih berumur 13 tahun itu menjadi manusia silver di persimpangan jalan. Dia memilih menjadi manusia silver untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dia harus membalur tubuhnya dengan cat berwarna silver, lalu mendekat ke pengendara yang mungkin saja memberikannya sedikit rezeki.
Tak banyak yang ia kumpulkan, Tono hanya mampu membawa uang Rp20 ribu per-hari nya, belum lagi biaya beli cat yang harus dikeluarkan. Untuk harga cat nya sendiri berkisar Rp13.000/kaleng.
![](https://mistar.id/wp-content/uploads/2024/08/matius-333333.jpg)
Sulit cari pekerjaan dan desakan ekonomi
Pakar hukum tatanegara, Dr Janpatar Simamora, menyebut fenomena baru munculnya pedagang asongan di lampu merah atau traffic light jalan merupakan salah satunya sinyal betapa masyarakat mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan yang layak. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Medan (Pemkot Medan) harus segera mengambil tindakan dalam hal ini.
Janpatar mengatakan, untuk mengatasi persoalan ini, selain dari pembangunan kesadaran hukum, pemerintah juga perlu melakukan terobosan baru dengan cara mendorong masyarakat untuk berwirausaha.
“Mereka perlu didorong untuk membuka usaha-usaha kecil dengan membuka akses permodalan yang lebih mudah, termasuk memberi pelatihan kerja,” ucapnya.
Baca Juga :Â Kehidupan Tunanetra Siantar, Berprofesi Tukang Pijat-Ngamen
Pengamat Sosial Universitas Sumatera Utara (USU) Agus Suriadi menimpali, munculnya pedagang asongan di lampu merah atau traffic light jalan, menurutnya karena desakan ekonomi yang sudah tidak bisa terbendung lagi.
Menurut Agus, fenomena banyaknya anak-anak dan orang dewasa yang berjualan di sepanjang traffic light di Kota Medan dapat mencakup beberapa aspek yang dapat lihat. Hal ini seringkali disebabkan oleh faktor ekonomi keluarga, dimana anak-anak membantu orang tua mereka.
“Hadirnya para pedagang di traffic light jalan memiliki dampak sosial. Salah satunya terciptakan interaksi sosial antara penjual dan pengendara, tetapi juga dapat menyebabkan kemacetan dan ketidaknyamanan bagi pengendara lain,” ucapnya.
Agus berpendapat, Pemko Medan sudah seharusnya mempertimbangkan untuk menyediakan tempat berjualan yang aman dan legal bagi mereka, serta membuat program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan penjual.
“Sementara untuk anak-ana perlu adanya program pendidikan dan pelatihan, mengadakan program untuk memberikan keterampilan dan pendidikan kepada anak-anak agar mereka bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di masa depan,” jelasnya.