12.9 C
New York
Tuesday, May 14, 2024

Dukung Eliminasi TBC, YMMA Gencar Dampingi Pasien dan Temukan Kasus Baru

 

Medan, MISTAR.ID

Mendukung Indonesia eliminasi Tuberkulosis (TBC) di tahun 2030 dan di Sumatera Utara (Sumut) yang ditargetkan tahun 2028, Yayasan Mentari Meraki Asa (YMMA) Sumatera Utara (Sumut) turut serta hingga ke level desa, kelurahan atau dusun untuk melakukan Active Case Finding (ACF) atau melakukan satu kegiatan penemuan kasus baru TBC.

Ketua Yayasan Mentari Meraki Asa (YMMA) Sumut, Sri Maharani Arfiani mengatakan cara yang dilakukan yakni penyuluhan, sosialisasi, edukasi dan juga termasuk melakukan skrining dari penemuan kasus.

“Kader kita ada di sepuluh kabupaten/kota di Sumut. Salah satunya di Kota Medan dan paling jauh sampai di Padangsidimpuan. Seluruh kader telah kita latih, mengikutsertakan pihak Puskesmas, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, ahli pakar komunikasi dan motivasi, ada juga psikolog,” ujarnya, Rabu (27/9/23).

Perempuan yang biasa dipanggil Evie ini mengatakan, para kader juga diajari bagaimana melakukan pencatatan dan pelaporan. Setelah dilatih, maka bisa terjun ke lapangan di kabupaten/kota. Kader YMMA telah juga dibekali surat tugas dari Dinas Kesehatan atau dari YMMA atau Konsersium Penabulu (TBC Komunitas).

Baca Juga: Sumut Targetkan Eliminasi TBC di 2028

“Kader-kader ini ke lapangan melakukan investigasi kontak kasus A. Pasien dengan status positif TBC ditanya tetangga sekelilingnya apakah ada gejala TBC seperti batuk. Inilah gunanya dan tugas kader. Karena kalau tenaga medis secara waktu mereka tidak bisa terjun ke lapangan. Kader ini memang bukan orang medis tapi masyarakat. Namun kita bersama-sama untuk berkolaborasi menuntaskan TBC,” jelasnya.

Setelah ada penemuan kasus baru, pasien akan didampingi kader. Sebab, pengobatan TBC yang standar yang sensitif selama 6 bulan dan yang TBC resisten sampai 2 tahun. Atas dasar itu, pasien didampingi sampai sembuh. Kalau selama perjalanan pendampingan pasien tidak mampu, maka obat-obatannya akan diantar.

“Kita punya anggaran dari global fund, kita dipercaya untuk managemen kader-kader kita di sepuluh kabupaten/kota yang berjumlah sekitar 700 orang. Jadi ada juga tambahan transport untuk pasien TBC RO dengan biaya Rp600 ribu untuk pasien dari YMMA. Sehingga tidak ada lagi alasan pasien TBC ini untuk tidak mau minum obat dengan alasan tidak ada ongkos mengambil obat,” urainya.

Disebutkan, ada juga selama pendampingan pasien TBC, di pertengahan jalan pasien mangkir atau enggan minum obat. Alhasil, kader yang dimiliki YMMA akan membujuk atau merayu pasien untuk kembali minum obat.

“Tujuannya agar pasien bisa dinyatakan bebas dari TBC. Makanya kita juga kerja sama dengan pihak-pihak ketiga untuk bisa memberikan tambahan nutrisi pada pasien TBC ini,” imbuhnya.

Baca Juga: Pengobatan TBC di Sumut Capai 90,2 Persen

Evie mengungkapkan, selama pendampingan ke pasien tentu ada saja kendala dan memang harus benar-benar sabar dalam mendampingi pasien TBC. Sehingga, kader harus memiliki juga motivasi untuk mengajak orang lain untuk bisa sembuh.

“Mereka tentunya sudah terlatih. Apalagi kader ini bukan tenaga medis banyak yang nolak juga. Tetapi harus diketahui kader ini bukan mengajari namun mengajak pasien tadi untuk sembuh. Selain itu mengedukasi masyarakat bahwa penularan TBC dari udara, sedangkan untuk pengobatan TBC juga sudah gratis. Selebihnya tenaga medis yang akan menentukan obat-obatan mereka karena kita dampingi ke Puskesmas atau klinik. Intinya kita dari masyarakat untuk masyarakat,” pungkasnya. (anita/hm24)

Related Articles

Latest Articles