16 C
New York
Tuesday, May 7, 2024

Dampak Judi Online Pada Anak

MISTAR.ID

Fenomena judi online akhir-akhir ini menjadi perhatian serius. Seperti yang kita tahu, judi online dapat diakses oleh siapa saja, baik melalui situs web maupun aplikasi khusus. Terkadang, kedua platform tersebut menampilkan iklan atau tautan yang mengarahkan pengguna ke situs judi online.

Situs web dan aplikasi judi online juga didesain dengan sangat menarik, dengan tampilan visual dan warna-warna yang memikat. Hal ini berpotensi membuat anak-anak tertarik untuk mengaksesnya karena rasa penasaran.

Bagi orangtua, fenomena ini harus menjadi perhatian khusus. Seorang dokter spesialis anak, dr Kurniawan Satria Denta mengungkapkan adanya peningkatan pasien anak-anak yang mulai kecanduan judi online.

“Saya dan tim sering menangani anak-anak dengan kecanduan game. Sekarang sudah mulai bergeser, beberapa ada yang dibawa ortunya karena kecanduan judi online. Jadi yang punya anak, terutama remaja, jangan lengah ya. Sesekali periksa ponsel mereka,” kata dr Kurniawan.

Baca juga: Viral, Ulat Sagu Jadi Bekal Anak Sekolah

Biasanya, anak-anak yang kecanduan judi online memiliki perubahan pada perilaku.

“Perubahan perilaku selalu menjadi tanda awal. Anak yang sebelumnya terbuka tiba-tiba menjadi pendiam atau bahkan agresif. Mereka sangat antusias saat mengoperasikan ponsel mereka. Mereka kehilangan minat dalam belajar, sekolah, dan aktivitas lainnya. Bahkan, beberapa anak sulit tidur, menderita gangguan makan, dan sulit beristirahat,” ungkapnya lagi.

Orangtua biasanya mengira anak-anak hanya bermain game di smartphone mereka. Padahal bukan.

“Kadang-kadang mereka merasa sangat marah dan marah-marah. Terutama yang sudah pra remaja. Mereka menjadi lebih temperamental dan enggan bersekolah. Beberapa orang tua merasa putus asa dengan perilaku anak-anak mereka,” tambahnya.

Baca juga: Fokus Lensa : Manasik Haji ala Kanak-Kanak

Menariknya, dr. Denta juga mengungkapkan usia anak-anak yang terlibat dalam judi online semakin muda. Jika sebelumnya kasus tersebut didominasi oleh remaja berusia 16-17 tahun, saat ini anak-anak usia SD juga sudah mulai terlibat.

“Yang menarik bukan hanya jumlah kasusnya, tapi juga usianya. Pada tahun sebelumnya, yang terlibat adalah remaja akhir berusia 16-17 tahun. Namun, saat ini semakin banyak anak-anak usia SD yang terlibat,” ungkapnya. (mtr/hm20)

Related Articles

Latest Articles