Jakarta, MISTAR.ID
Pemerintahan Prabowo Subianto diharapkan mampu menindak aktivitas pengeboran sumur minyak dan gas bumi (migas) ilegal.
Pasalnya, aktivitas ilegal tersebut memberikan dampak yang luas mulai kerugian ekonomi, adanya korban jiwa serta kerusakan lingkungan.
Demikian disampaikan Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas), Moshe Rizal, pada Kamis (31/10/24).
Baca juga: Diperkirakan Target Lifting Minyak Bumi Indonesia Tak Tercapai Tahun Ini
Moshe menambahkan, penindakan tidak hanya dilakukan terhadap aktivitas penambangan saja, tetapi juga kepada setiap orang yang terlibat dalam kegiatan tersebut, misalnya pembeli, investor, dan sebagainya.
“Ini harus menjadi konsentrasi pemerintah. Ini menyangkut penegak hukum karena ini berkaitan dengan istilahnya “bekingan” ya,” ujar Moshe dalam keterangannya di Jakarta yang dilansir media antara.
“Karena ini ada pembiaran dan ini mesti ditangkap dan penangkapan ini bukan hanya terhadap mereka yang mengebor, tetapi juga mendanai yang menjaga aktivitas ilegal dan pembelinya yang harus ditangkap,” sambungnya.
Sementara, Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Selatan (Walhi Sumsel) mengungkap terjadinya peningkatan signifikan dari aktivitas illegal drilling dari 5.482 sumur ilegal pada 2021 jadi 10.000 sumur pada 2024 yang hanya berada di wilayah Kecamatan Babat Toman, Bayung Lencir, Sungai Lilin, dan Keluang.
Masih menurut data dari Walhi Sumsel, penyebaran jaringan penyulingan ilegal telah mencapai 581 tungku pada 2024, penyulingan terbesar berada di wilayah Kecamatan Babat Toman, yang menyumbang 51 persen dari total aktivitas.
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Yuliusman mengatakan, dari aktivitas illegal drilling berdampak terhadap hilangnya pendapatan negara serta kerugian lingkungan yang berada di wilayah itu.
Diperkirakan kerugian lingkungan mencapai Rp4,87 triliun dengan kerusakan di Sungai Dawas menyumbang 77,6 persen dari total kerugian lingkungan.
“Potensi kehilangan pajaknya itu di angka Rp7,02 triliun setiap tahunnya. Kerugian lingkungan angkanya juga fantastis, terutama untuk kerusakan Sungai Dawas Rp4,87 triliun menyumbang 77,6 persen dari total kerugian lingkungan,” rincinya.
Baca juga: Polri Tegaskan Belum ada Regulasi Memadai Antisipasi Pengeboran Minyak Bumi Ilegal
Sementara, sebagai upaya menekan serta mengantisipasi kegiatan kegiatan illegal drilling maupun illegal refinery, pemerintah telah membentuk Tim Kajian Penanganan Pengeboran Sumur Ilegal serta Penanganan dan Pengelolaan Produksi Ex-Sumur Ilegal pada 2020.
Pembentukan itu dilakukan untuk menentukan solusi terkait kegiatan pengusahaan sumur minyak ilegal oleh masyarakat.
Selain itu, pemerintah terus melakukan sosialisasi terkait aturan hukum dan risiko dari aktivitas illegal drilling dengan masyarakat di berbagai daerah.
Sosialisasi itu dilaksanakan oleh berbagai pihak, di antaranya Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, SKK Migas, pemerintah daerah (pemda), musyawarah pimpinan daerah (muspida) hingga aparat penegak hukum. (ant/hm27)