9.8 C
New York
Monday, October 28, 2024

Presiden Prabowo Canangkan Swasembada Pangan, ini Harapan Petani

Medan, MISTAR.ID

Presiden Prabowo Subianto menyampaikan komitmennya membawa Indonesia menuju swasembada pangan untuk 4-5 tahun ke depan, pada saat memberikan pidato pada pelantikannya beberapa waktu lalu.

Ketua Kelompok Tani Marsiurupan, Lambok Sihombing, menyebutkan harapannya akan hal ini. Ia berharap agar program tersebut dapat terselenggara dan memberikan kesejahteraan bagi para petani.

“Terkhusus daerah kami, karena areal pertanian juga sudah semakin kecil,” katanya kepada Mistar.id, Selasa (22/10/24).

Ayah dari 3 anak ini sempat merasa ragu mengingat mereka merupakan petani generasi ke dua.

Baca juga:Mentan Sebut Indonesia Swasembada Pangan Tiga Tahun ke Depan

“Orang tua kami sebagai generasi pertama dapat lahan satu hektar. Sementara keturunannya ada banyak. Misalnya ada empat orang, ya dibagi lah yang satu hektar itu. Berapa lah paling dapat kami,” ungkapnya.

Memiliki lahan sawah sekitar 6 rante, diakui Lambok, masih belum sanggup menutupi kebutuhan sehari-harinya. Sistem gali lobang tutup lobang ia gunakan menggambarkan situasinya saat ini.

“Begitu panen, padi langsung ke toke untuk penampungan karena kami sudah duluan pinjam uang orang itu, jadi begitu dipanen langsung angkut bawa sama toke berapa sisanya itulah yang kami terima. Jadi sebelum masuk ke pola tanam berikutnya, kami sudah harus mengutang lagi karena nggak cukup untuk biaya sekolah atau untuk biaya kehidupan sehari-hari gitulah,” sebutnya.

Sebagai petani padi, Lambok mengaku merasa malu karena sebelum masa panen ia sudah membeli beras untuk dikonsumsi.

Baca juga:Langkah Menuju Swasembada Pangan, Pemko Padangsidimpuan Terbitkan Perda

“Sudah 3 bulan saya beli beras, karena ketika saya panen, padi saya dibawa toke semua untuk bayar utang. Jadi saya sisakan paling 2-3 goni. Untuk berapa lama lah yang 3 goni ini kan,” terangnya.

“Saya petani sawah, petani padi, tapi saya beli beras untuk dimakan,” sambungnya.

Pengeluaran Lebih Besar Daripada Penghasilan

Lambok menyebutkan pengeluarannya sebagai petani mulai dari awal hingga panen bisa mencapai hingga Rp 1.000.000 per rante. Yang membuatnya miris adalah hasil penjualan gabah yang tidak seberapa. Sedangkan sistem panen ada dua versi, yakni traktor yang disebut kanguru dan satu lagi sistem arit yang menggunakan tenaga manusia.

Harga penggunaan traktor kini keluhnya semakin naik. Dari harga awal Rp 100.000 kini mereka harus membayar Rp 130.000 per rante. Sedangkan menggunakan tenaga manusia, justru harus merogoh kocek lebih banyak lagi yaitu Rp 250.000.

“Biaya penggarapan bisa Rp 140 ribu, racun dan pupuk Rp 300 ribu, untuk panen tenaga orang Rp 250 ribu, itu saja sudah berapa. Belum lagi kalau dia menyewa lahan. Sementara yang diperoleh hasil satu rante itu sekitar 300 Kilogram per rante dan dikalikan harga gabah Rp 5.000 per Kilo. Total Rp 1.500.000 dikurangi dengan biaya tadi, berapa lah sisanya? Dan itu lah yang kami gunakan untuk sehari-hari,” tukasnya.

Baca juga:Dorong Swasembada Pangan, Pemprov Sumut Bagikan Bibit Kelapa Pandan Wangi dan Padi

Tidak stabilnya harga gabah pun menjadi salah satu keresahan petani di Desa Pagar Jati, Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang ini.

Ia menyebutkan bahwa harga gabah pada panen pertama di dua bulan yang lalu masih berkisar di Rp 7.000 per Kilo, namun kini turun di kisaran harga Rp 5.000 per Kilo.

“Selisih harganya saja sudah Rp 2.000 kan. Sangat jauh dari harga beras,” tuturnya.

Lambok berharap, pemerintah lebih memperhatikan keadaan para petani terkhusus di daerah tempat tinggalnya.

“Lahan pertanian ini kan semakin sempit. Kalau pemerintah boleh memandang, di daerah kami ini ada daerah perkebunan yang boleh dibuat jadi pertanian. Walaupun dia lahan perkebunan sawit tapi kalau memang boleh, dihibahkan ke masyarakat biar boleh pemerintah untuk mengalokasikannya untuk rakyat yang memang sangat-sangat membutuhkan untuk daerah pertanian,” tutupnya. (susan/hm17)

Related Articles

Latest Articles