25.3 C
New York
Thursday, August 1, 2024

Psikolog: Jangan Overstimulasi Pada Anak

Medan, MISTAR.ID

Psikolog Irna Minauli mengatakan jika overstimulasi pada anak sama buruknya dengan tidak adanya stimulasi. Menurutnya, orang tua dan guru harus dapat memilih permainan yang dapat merangsang semua indera anak.

“Anak sebaiknya diberikan permainan satu per satu, hingga kemudian anak bosan dan ingin bermain dengan mainan lainnya,” kata Irna melalui keterangan tertulis kepada mistar.id, Kamis (1/8/24).

Sayangnya, masih kata Irna, banyak di antara orang tua maupun guru yang justru overstimulasi.

“Misalnya dengan menempelkan banyak gambar dan warna di kamar atau kelasnya. Mereka ingin anaknya belajar banyak hal sekaligus. Padahal, itu sama buruknya dengan tidak adanya stimulasi,” jelas Irna.

Direktur Minauli Consulting ini juga menyebutkan, ada beberapa hal yang menjadi perhatian penting yaitu, menyediakan permainan yang sesuai dengan usia anak sehingga anak dapat bermain secara mandiri.

Baca juga: Psikolog Irna Minauli: Peran Keluarga Sangat Penting dalam Pencegahan HIV-AIDS

Kemudian, memberikan perhatian positif pada saat anak bermain, menukar jenis permainan sehingga anak memiliki pengalaman baru dan menyenangkan.

“Sebaiknya anak juga diberikan ruang dan waktu yang cukup untuk terlibat dalam permainan sensori motorik ini,” sarannya.

Belajar berhitung, lanjutnya, juga merupakan salah satu bentuk pendidikan yang menerapkan sensorik motorik pada anak.

“Maka guru atau orang tua menempelkan kertas warna warni bertuliskan angka-angka di dinding yang harus ditemukan anak dengan berlari dan menepukkan pemukul lalat pada angka yang tepat,” jelasnya.

Hal ini, jelas Irna, membuat pengalaman belajar matematika menjadi sangat menarik.

Baca juga: Pembelajaran Sensori Motorik untuk PAUD

“Terlebih jika ada kompetisi antara dua kelompok siswa, misalnya,” lanjutnya.

Ia menyebutkan, hal-hal seperti ini diharapkan dapat menumbuhkan semangat juang dan kompetisi pada anak. Dimana anak akan belajar untuk menikmati kemenangan sekaligus belajar menerima kekalahannya.

“Kedua hal ini merupakan hal penting ketika anak dewasa nanti. Diharapkan mereka juga akan mengembangkan resiliensi atau daya untuk bangkit kembali dari kegagalannya,” tutupnya. (susan/hm20)

Related Articles

Latest Articles