26.3 C
New York
Wednesday, July 31, 2024

Anak Muda Perlahan Kuasai Pertanian Kopi, Petani Beralih ke Tanaman Lain

Simalungun, MISTAR.ID

Beberapa tahun belakangan ini, kedai kopi modern di Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun semakin menjamur.

Hampir di setiap sudut kota terdapat warung kopi, baik konsep restoran maupun angkringan pinggir jalan.

Namun di satu sisi, petani kopi di Kabupaten Simalungun yang notabenenya daerah penghasil kopi terbaik justru beralih ke tanaman hortikultura. Mereka memilih tanaman yang tidak ribet, dan pemasarannya cukup mudah.

Baca juga:Krisis Kebun Kopi di Simalungun, Petani Beralih ke Tanaman yang Lebih Untung

Kondisi cuaca juga disebut menjadi faktor penurunan hasil produksi dari tahun ke tahun.

Mistar.id kemudian mencoba meminta tanggapan pegiat kopi asal Kabupaten Simalungun, Roy Fertiro Sirait. Pengusaha selter kopi di kawasan Danau Toba ini berpendapat, peralihan tanaman kopi ke hortikultura tidak signifikan.

Mereka yang memilih beralih ke tanaman lain itu didominasi petani konvensional yang sudah berpuluh tahun menjadikan kopi sebagai pendapatan utama. Selain harus bersaing dengan petani muda, petani konvensional juga kata Roy kekurangan literasi merawat dan menjaga kualitas biji kopi di banding petani muda.

“Karena para petani itu selama ini hanya menanam, memupuk, dan langsung menjual lepas ke pengepul. Sementara anak muda yang melek teknologi dan gampang mencari informasi me-roasting sendiri,” kata Roy, pada Selasa (30/7/24).

Baca juga:Peminat Kopi Tinggi, Mengapa Ekonomi Petani masih Merosot?

Petani muda itu bahkan mengolah dan menjual sendiri hasil panennya. “Karena memang saat ini lagi ‘hype’ nya penikmat kopi, makanya banyak coffee shop yang bertambah, terutama di Kota Pematangsiantar,” sambungnya.

Hal tersebut membuat petani konvensional budidaya kopi mengalami penurunan kualitas produk dan pemasaran. “Karena sudah lama bertani, mereka tidak mau mengikuti perkembangan zaman dan teknologi,” ucap Roy.

Biasanya coffee shop menjual kopi jenis arabica, selain memiliki rasa lebih lembut, juga kandungan kafein lebih rendah dibandingkan robusta.

Saat ini, lanjut Roy, harga kopi arabica berkisaran di Rp 120 ribu per kilogram, sementara jenis robusta Rp 70 ribu. Harga itu kata Roy, mengalami penaikan yang cukup signifikan terutama robusta.

Baca juga:Cafe di Kota Medan Kolaborasikan Kopi dengan Lukisan

“Harga robusta bisanya atau normal Rp 40 ribu per kilogram,” timpalnya.

Untuk daerah penghasil kopi robusta, Roy menyebut Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun tetap menjadi idaman. Selain tekstur tanah yang baik, cuaca di daerah yang juga penghasil teh itu cenderung stabil.

Related Articles

Latest Articles