7.2 C
New York
Friday, April 19, 2024

Petani Sidamanik Gagal Panen, Buah Jagung Busuk di Pohon

Simalungun | Mistar – Petani jagung di Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun sangat terpukul setelah mengetahui buah jagung yang siap panen membusuk di pohon. Kondisi itu terjadi di dua desa, yakni Nagori Tiga Bolon dan Nagori Bahal Gaja.

Tim Mistar, Herman Maris dan Roland Saragih, Rabu (16/10/19) pagi turun ke lokasi pertanian jagung itu menyaksikan langsung buah/bijian jagung yang masih dibiarkan di pohon.

“Lihat ini bang, tak ada yang layak untuk kami panen. Buahnya hitam ke merah-merahan. Apa ini bisa dimakan? Pasti tak ada yang mau memakannya, kecuali jadi makanan ternak,” ujar Ketua Kelompok Tani MARTABE, Miron Albert Naibaho (64) sembari memperlihatkan buah jagungnya di perladangan Nagori Bahal Gajah.

Naibaho saat di lokasi pertaniannya didampingi Gamot (Kepala Dusun) Sitinggi-tinggi, Feronika boru Dabukke, Sekretaris Komperasi Perhimpunan Masyarakat Kelompok Tani (K-PNKT) Simalungun, Erika Tampubolon dan beberapa petani jagung dari dua desa tersebut.

Feronika boru Dabukke yang juga petani jagung mengalami nasib yang sama. Hasil panen jagungnya tak bisa dipasarkan, karena kualitasnya sangat rendah disebabkan buah yang hitam kemerah-merahan mirip buah busuk.

Demikian juga nasib petani boru Tambunan yang sedang berada di lahan jagungnya seluas 12 rante. Katanya, jagungnya mengalami nasib serupa.

“Kayak inilah buahnya, apa yang kayak gini bisa dijual? Padahal saya sangat butuh untuk biaya sekolah anak-anak,” katanya dengan ekspresi wajah sangat sedih.

Produksi Turun Tajam

Kepada Tim Mistar, Miron Albert Naibaho selaku Ketua Kelompok Tani MARTABE, menyampaikan kesedihannya lebih dalam.

Untuk musim tanam kali ini, dia menabur bibit di atas satu hektar lahannya, menggunakan lima karung bibit jagung ukuran 5 kg/karung.

Bibit yang mereka tanam itu, ujarnya, bantuan dari Dinas Pertanian Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun, produksi dari satu perusahan.

“Baru kali ini kita pakai bibit bantuan Dinas Pertanian Simalungun, katanya waktu itu hasilnya akan sangat bagus. Tapi kenyataannya, lihat ini, semua nyaris busuk di pohon. Tak lakulah kalau dijual ke pasar,” tandas Naibaho didampingi Sekretaris K-PMKT Simalungun, Erika Tampubolon.

Padahal sebelumnya, ketika para petani di Nagori Bahal Gaja menggunakan bibit yang biasa mereka pakai dibeli dari pasar, hasil pertanian jagungnya sangat menggiurkan. Mencapai produksi 10 ton/hektar, tapi sekarang hasilnya kata Naibaho menurun tajam jadi 1 ton/hektar.

Demikian juga pengakuan petani di Nagori Tiga Bolon. Produksi panen jagung di desa ini menurun tajam.

Seperti pengakuan pak Silalahi. Biasanya untuk 5kg bibit jagung yang mereka pakai, hasilnya mencapai 3,4 ton, tapi setelah memakai bibit jagung bantuan Dinas Pertanian Simalungun ini, hasilnya anjlok mencapai lebih 50 persen.

“Biasanya, kalau benih jagung kami tabur 5 kilogram, menghasilkan kurang lebih 3,4 ton, tapi sekarang hasilnya kurang lebih hanya 600 kilogram,” ujar petani itu.

Modal Tak Kembali

Para petani di dua desa itu, biasanya memakai bibit atau benih jagung merek Pioneer 32 harganya sekitar Rp450.000/5kg, Pioneer 33 sekitar Rp470.000/5kg, dan BISI 18 Rp320.000/5kg, dan BISI 32 sekitar Rp450.000/5kg.

“Waktu kita pakai bibit-bibit ini, hasil pertanian kita sangat memuaskan. Kita selalu untung. Tapi setelah bibit bantuan pemerintah ini kita pakai, kami tumpur. Kemanalah kami mencari modal untuk menanam lagi,” ujar Erika Tampubolon.

Menanggapi apa mungkin petani yang salah menggunakan pupuk? Hal ini serentak dibantah para petani itu.

“Tidak mungkin kami yang salah, karena pola pemupukan yang kami lakukan, polanya tetap seperti biasanya,” kata petani itu.

Mereka mencontohkan, untuk 5 kg bibit jagung membutuhkan luasan 7 rante lahan. Rincian penggunaan pupuknya, terdiri dari sekarung Urea kemasan 50 kg yang dibeli seharga Rp110.000/zak, ditambah satu karung pupuk Ponska kemasan 50 kg seharga Rp160.000 (keseluruhannya harga subsidi).

Kemudian setelah benih disemai, disemprot cairan rumput yang menelan biaya Rp60.000, setelah tanaman berusia 14 hari lagi disemprot dengan gulma, menelan biaya Rp175.000 (untuk ukuran 1/2 liter).

Selanjutnya untuk lahan 7 hektar itu agar tanaman tidak diserang hama ulat, petani menggunakan obat pembasmi hama, yakni ziban seharga Rp50.000 dan monkey seharga Rp25.000.
Itulah pola tanam dan biaya untuk pemupukan serta perawatan. Ditambah lagi upah pekerja 8 orang untuk lahan 7 rante. Besarnya upah per orang Rp50.000 plus uang makan masing-masing Rp10.000/orang untuk 8 pekerja tersebut.

“Biaya yang kita keluarkan lumayan besarlah untuk ukuran kami petani ini. Tapi kali ini kami gagal panen, habis sudah modal kami. Padahal sebentar lagi kami akan Natalan dan Tahun baru,” ujar pak Naibaho bernada sangat kesal.(maris/roland/hm02)

Related Articles

Latest Articles