20.7 C
New York
Friday, August 9, 2024

Nyanyian “Sang Maestro Inggou” Lina Damanik dari Nagori Bahapal Simalungun

Simalungun, MISTAR.ID

Perempuan itu bernyanyi dengan suara khasnya yang lembut, mendayu penuh hikmat dengan inggou yang sempurna dalam setiap hentakan nafas. Inggou adalah bahasa Simalungun yang artinya kurang lebih cengklok atau kekhasan dalam lagu.

Tak banyak yang memiliki kemampuan tersebut di Kabupaten Simalungun. Hampir boleh dikatakan ia adalah generasi yang sulit dicari saat ini. Banyak penyanyi yang lahir di Kabupaten Simalungun, namun belum tentu mampu bernyanyi dengan inggou yang menjadi ciri khasnya etnis Simalungun.

Lina Damanik, di usianya ke 73 tahun, pemerintah Indonesia melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, memberikan penghargaan terbesar sebagai seorang penyanyi “Maestro Seni Tradisi” Penyanyi Tradisional (Inggou Simalungun) Anugerah Kebudayaan Indonesia. Lina Damanik dianggap orang yang mengembangkan budaya lewat lagu-lagu daerah.

Ada 100 lebih lagu yang ia ciptakan. Dari ciptaannya itu hampir sebagian besar populer hingga saat ini bahkan tidak sedikit yang mengaransmen ulang. Di antaranya Titolo, Tenang-tenang, Tangis-tangis dan lainnya. Titolo dikenal dengan lagu Simalungun yang menidurkan anaknya. Lagu ini menjadi lagu penghantar tidur bagi seorang ibu kepada anaknya.

Baca juga: Laura Tias Avionita Sinaga, Memperkenalkan Budaya Simalungun Lewat Tarian

Tidak kalah terkenal adalah lagu tenang-tenang. Lagu ini juga sering dinyanyikan masyarakat Simalungun, bahkan di acara-acara pesta perkawinan. Lagu ini sendiri sebuah pesan kepada orang yang tidak perlu meratapi kemiskinan dan ditinggal oleh kekasih hati karena harta. Atau dalam bahasa kerennya saat ini “Santai aja”.

Lagu lainnya ciptaan Lina Damanik adalah lagu “Tangis-tangis”. Lagu ini sering dinyanyikan pada saat kemalangan atau kematian. Adat Simalungun yang memberikan ratapan kepada orang yang sudah meninggal ini dibuatkan oleh Lina sebuah lagu.

Dengan syair yang indah dan nada khas inggou itu, Lina pun sering diundang untuk menyanyikan lagu tersebut. Sehingga lagu ini digunakan dihampir setiap upacara kematian.

Lina mengaku sudah mencintai seni sejak duduk di bangku SD. Bakat menyanyi yang ia dapat dari ibu dan pamannya ini membuat dirinya menjiwai bakat tersebut. Bersama teman-temannya, bahkan ia membuat sebuah sanggar yang melakukan pertunjukan dari kampung ke kampung kala itu. Dan ia masih ingat, mereka membuat seni pertunjukan dengan mengutip bayaran.

“Aku sampai dikenal dengan sebutan titolo atau tenang. Nggak apa-apa, aku senang dengan sebutan itu,” ujarnya sumringah. Tampak sekali ia begitu bahagia menceritakan masa-masa indahnya berkesenian.

Penghargaan yang diberikan Kementerian sebagai Maestro Seni Tradisi membuatnya sangat bahagia. “Kenapa tidak dari dulu? sewaktu aku masih gadis,” ucap Lina di antara setitik air mata yang berusaha ia sembunyikan. Tidak tahu makna di balik ucapannya itu, ia hanya berucap, “Dulu aku sering dimarahi kalau bernyanyi ke sana ke mari. Sekarang aku mendapat penghargaan,” ujar Lina Damanik masih berusaha menyimpan air matanya dan setelah itu ia kembali sumringah menceritakan pengalamannya sambil bernyanyi.

Baca juga: Disparbud Gelar Pelatihan Warisan Budaya Simalungun

Lina mempunyai 3 orang anak. Salah satu anaknya Jayaman Purba itulah yang mengurus persyaratan yang diajukan Kementerian untuk dicalonkan sebagai Maestro Seni Tradisi. “Mamak tidak tahu, semua persyaratan saya yang mengirim. Karena semua persyaratan itu lengkap, mulai lagu-lagu yang pernah diciptakan, bahkan mamak sudah punya 5 album,” ujar Jayaman menerangkan. Hingga hanya berselang 2 hari pasca pihak Kementerian melakukan survey ke rumahnya, kemudian diumumkan ibunya mendapat penghargaan tersebut.

Lina Damanik memang tidak mengira ia mendapatkan penghargaan. Yang ia tahu, ia sempat diundang dalam sebuah acara di festival di Danau Toba, di mana ada Menteri Nadiem Anwar Makarim. “Usai menyanyikan sejumlah lagu dan menari, aku dipeluk Pak Menteri. Bahagia sekali, Pak Menteri begitu menghargai aku,” ujar Lina Damanik.

Lina Damanik memang gampang terharu, setiap kali ia diperhatikan khusus atas dedikasinya pada budaya Simalungun. “Aku juga pernah diantar naik pesawat pribadi JR Bupati Simalungun usai mengikuti festival di Jawa Barat, baik sekali dia,” ujarnya terharu. Sayang, ia  tidak sempat dijadikan PNS di pemerintahan meski sudah pernah menjadi tenaga honorer selama 6 tahun.

Menjadi seniman yang mengembangkan budaya Simalungun harus diakui Lina Damanik luput dari perhatian pemerintah. Padahal, sepanjang hidupnya, Lina sering diundang menjadi tenaga pengajar seni untuk lagu-lagu serta tarian daerah, bahkan seni berbalas pantun untuk sekolah-sekolah di Simalungun.

Baca juga: Film Dokumenter Sang Penari, Bangkitkan Kebudayaan Simalungun dan Semangat Juang Disabilitas

“Bahkan untuk menghidupi kami anak-anaknya dan bersekolah, mamak masih berjibaku di ladang. Kalau boleh dibilang, mamak berkesenian karena jiwanya sudah di situ,” ujar Jayaman.

Meski demikian, di rumah mungil semi permanen yang sudah tua di Nagori Bahapal Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, Lina Damanik mengabadikan sejumlah foto kenangannya bersama pejabat saat mengikuti festival.

Termasuk menempelkan rapi di dinding penghargaan Maestro Seni Tradisi yang ia terima dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Rumahnya juga sudah sering menerima tamu untuk menjadikan Lina Damanik sebagai narasumber pembuatan skripsi bagi mahasiswa. (roland/rika/hm09)

Related Articles

Latest Articles