Simalungun, MISTAR.ID
Kita tentu tau bagaimana pemerintah umumnya menangani sampah. Praktisnya, warga diwajibkan membayar retribusi sampah sebagai jasa untuk mengangkut sampah. Tapi tak jarang warga mengeluh, retribusi ditagih tapi sampah jarang diangkut truk sampah. Sehingga, warga pun ada yang membuang sampahnya sembarangan dan ada juga membakarnya agar bersih.
Tapi tidak demikian di Nagori Sait Buttu Saribu, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun. Cara membersihkan sampah di desa ini lain dari yang lain. Pemilik sampah malah diuntungkan karena sampahnya justru dibayar oleh yang membersihkan, malah menjadi nilai tambah perekonomian rumah tangga.
Gerakan membersihkan desa dengan cara membeli sampah rumah tangga milik warga desa itu, terpinspirasi dari bahaya limbah plastik yang ditemukan di lahan perkebunan kopi Nagori Sait Buttu Saribu.
Baca Juga: Berdalih Tak Ada TPS, Warga Buang Sampah Sembarangan di Taman Jalan MH Sitorus Siantar
Ancaman bahaya sampah plastik ini membuat kaum ibu-ibu perwiritan khususnya di Dusun 1 Nagori Sait Buttu, menggerakkan aksi sadar lingkungan di desa mereka. Semangat kaum ibu perwiritan ini menggelagak lantaran tidak sedikit diantaranya adalah petani kopi.
“Awalnya tahun 2018, kami melihat sampah plastik banyak berserakan di ladang kopi. Kata pihak perkopian dari Starbuck, sampah plastik dapat merusak tanaman kopi. Kami jadi khawatir, kemudian kami seluruh warga Dusun 1 Sait Buttu sepakat gotong royong membersihkan sampah plastik, termasuk sampah-sampah lain yang berserakan di lahan kopi warga desa,” ujar Tiamsih Napitu selaku Sekretaris Bank Sampah Simpatik kepada mistar.id di desa itu, Sabtu (7/8/21) sore.
Dalam bincang-bincang dengan mistar.id itu, Sekretaratis Bank Sampah Simpati itu didampingi Pangulu Sait Buttu Saribu, Ngatio dan Ketua Koperasi Massa Mitra Mandiri (3M) Provinsi Sumatara Utara, dr Darwin Siahaan MKes dan sejumlah pengurus koperasi serta warga desa. Sedangkan Ketua Bank Sampah Simapti, Darsini tidak hadir.
Baca Juga: Awas! Keruk Sampah di TPS Siantar Bisa Dihukum Penjara
Kemudian tahun 2019, kata Sekretaris Bank Sampah Simpati itu, lahir satu musyawarah desa, agar membersihkan sampah tidak sebatas di ladang kopi dan lahan pertanian saja, tapi menyeluruh di desa.
Karena mereka sadar, bahwa sampah sekarang punya nilai ekonomi. Kemudian kaum itu itu berhasil meloby seorang ibu boru Siahaan yang berprofesi sebagai penampung sampah di Pasar Parluasan, Kota Pematangsiantar.
Setelah kesepakatan dengan penampung sampah deal. Selanjutnya, kaum ibu perwiritan bergerak mensosialisasikan agar warga mengumpulkan sampahnya di depan rumah dan sampah itu akan dibayar. Syaratnya, sampah-sampah jangan bersrakan, sebaiknya dibungkus plastik dan sampah ukuran besar diikat agar tidak berserakan ketika petugas dari Bank Sampah datang menjemput.
Baca Juga: Tinjau TPSS, Wali Kota Siantar: Jangan Tunggu Sampah Menumpuk Baru Diangkut
Perlahan tapi pasti, aksi beli sampah warga ini terus bergerak. “Nama Bank Sampah Simpatik itu lahir kemudian, setelah proses jual beli sampah pada awal-awalnya dimulai usaha berjalan dan hingga kini sudah dua tahun berjalan, Alhamdulillah lancar pak,” kata Tiamsih.
Sampah-sampah warga itu, katanya setiap hari diangkut kemudian ditimbun di Tempat Pembuangan Sampah atau TPS yang jumlahnya ada 7 TPS di Dusun 1. Rata-rata sampah yang dihasilkan masih dari Dusun 1 saja, tiap bulannya sekitar 1 ton lebih.
Dari TPS, kata Tsiamsih, kemudian sampah-sampah dibawa naik pick up ke Kota Pematangsiantar untuk dijual kepada pengusaha sampah boru Siahaan yang berada di dekat Pasar Parluasan itu.
Baca Juga: Sampah Berserakan di Pusat Kota Siantar, Kadis DLHK Turun Tangan
Hasil penjualan sampah itu, lanjut dia, akan dibagikan kepada warga selaku pemilik sampah setiap 3 bulan sekali. Dana hasil menjual sampah itu disimpah di rekening Bank Sampah Simpati, tercatat lengkap dengan besaran rupiah sesuai banyaknya sampah masing-masing warga.
Sekretaris Bank Sampah Simpati itu juga mengakui, semua yang mereka lakukan karena dukungan Pangulu Sait Buttu Saribu, Ngatio sangat besar kepada warganya. Bahkan katanya, kalau truk angkutan sampah tak ada, kepala desa mereka itu merelakan pick up nya dipakai untuk membawa sampah ke penjual di Pematangsiantar. Namun katanya, masih ada keluhan mereka, yakni soal angkutan sampah ke penjual. Harapan mereka, agar Pemkab Simalungun mau memberi bantuan angkuta sampah yang kini sudah mereka kelola.
Sementara, Ngatio yang hadir dalam bincang-bincang mengakui, sampah yang sekarang dikumpulkan masih dari 1 dusun saja.
“Nagori (desa) kita ada tujuh dusun. Yang bergerak sejak 2019 mengumpulkan sampah masih Dusun 1 saja, 6 dusun lagi akan menyusul, dan dua dusun diantaranya sudah mulai bergerak mengikuti yang telah dilakukan Dusun 1. Bayangkan pak, sari satu dusun saja terkumpul satu ton lebih sampah tiap bulan, bagaimana kalau tujuh dusun sudah bergerak,” ujar Ngatio sembari menyampaikan, keluhan warganya soal mohon bantuan angkutan itu sudah pernah disampaikan ke Pemkab Simalungun semasa JR Saragih jadi bupati, tapi belum ada realisasinya sampai sekarang.
Sedangkan kehadiran Ketua Koperasi Massa Mitra Mandiri (3M) Sumut, dr Darwin Siahaan, juga berhubungan dengan latar belakanga lahirnya koperasi 3 M yang dipimpinnya.
“Koperasi kita lahir untuk hal-hal seperti ini, mengajak dan mendorong pergerakan perekonomian raykat pedesaan. Yaitu perekonomian yang mandiri. Bayangkan saja, desa bersih dari sampah, dan pemilik sampah malah diuntungkan. Sampah mereka dibeli oleh Bank Sampah Simpati. Ini yang kami inginkan untuk diajak bergabung di Koperasi 3M,” katanya didampingi sejumlah pengurus koperasi 3M, Benny dari Medan yang kini bergerak untuk membangun Bank Sampah bersama anggotanya yang ada di Kota Medan.(maris/hm02)